Memperkenalkan calon Bupati Ngada dari Jalur Independen (2) Fridus Muga : Telah jadi ‘Firman’ Bagi Masyarakat Ngada

 

Pada tahap ini, penulis berusaha menemukan kembali (discovery) karya nyata yang telah dikerjakan dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Hal ini menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk menilai  calon pemimpinnya. Dalam metode appreciative inquiry, yang ditampilkan adalah rekam jejak  positif dan menghadirkan energi positif serta memberikan manfaat bukan hanya untuk diri dan keluarganya tetapi bermanfaat bagi orang lain.

GO ‘FAKA’ DA TEBU GHA  (Discovery)

Menelusuri kisah Bapak Fridus Muga, dibilang sangat unik. Setelah menyelesaikan studinya di Uniwira Kupang tahun 1998, Fridus menjadi menjadi dosen di Universitas Flores. Pada tahun 1999 – 2000, dilakukan survey di Soa dan Mbay untuk menjajaki pendirian perguruan tinggi di Ngada. Ketika ada kunjungan kerja Bapak Yakob Nuwa Wea di Boawae, Fridus mengusulkan adanya perguruan tinggi. Kemudian bersama dengan keluarga Bapak Yakob Nuwa Wea, mereka mendirikan sebuah Yayasan Tani Mulya yang memayungi pendirian Politeknik di Boawae. Pada tahun 2001, Politeknik Boawae mulai menerima calon mahasiswa baru dan Fridus dilantik menjadi direktur Pertama di Politeknik  St. Wilhelmus Boawae. 

Pada   bulan Maret tahun 2003 , Fridus memutuskan untuk berhenti sebagai direktur dan menjadi sopir oto selama satu tahun. Setahun kemudian Fridus beralih profesi menjadi penjual  ayam di Pasar Bajawa sampai bulan Juni 2005. Pada saat itu, sekelompok ibu ibu yang peduli dengan pendidikan di Ngada, menemui anggota  DPRD kabupaten Ngada dan menyerukan untuk membuka perguruan tinggi di Ngada.  Ketua DPRD saat itu Bapak Thomas Dola Radho meminta saya untuk merintis hadirnya perguruan tinggi di Ngada. Ide ini berlanjut dengan pengajuan kelas paralel dari Unika widya Mandira Kupang. Pada tanggal 1 Juli 2005 , mulai menerima  mahasiswa baru dan menggunakan ruangan SMA Regina Pacis yang kepala sekolah saat itu Bapak Romanus Rinu. Ketika  itu ada aturan baru dari DIKTI untuk menghilangkan semua kelas paralel tetapi khusus untuk PGSD, Dikti meminta agar mencarikan perguruan tinggi yang ada ijin D2. Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya mengambil keputusan untuk menangani program studi  PGSD dan bergabung dengan STKIP St. Paulus Ruteng sementara program studi lainnya dikembalikan ke kampus induk.

 

Fridus pun terus berjuang dan tahun 2006, mengajukan pendirian  STKIP di Ngada  namun direkomendasikan hanya melanjutkan program studi D2 PGSD dengan status unit pelaksana program . Dengan ijin DIKTI  lalu diberi nama UPP D2 PGSD STIKP St. Paulus Ruteng di Kabupaten Ngada.  Bapak Fridus Muga pun diangkat menjadi Direktur. Harapannya untuk mempertahankan PGSD karena saat itu,  banyak guru guru kita di Ngada, memiliki  ijasah SPG.  UPP D2 PGSD ini membantu  pemerintah kabupaten Ngada untuk program peningkatan kualifikasi pendidikan guru.  

Pada Tahun 2008, terjadi perubahan aturan. Program studi D2 PGSD harus ditutup dan diganti dengan program S1 PGSD. Dampak dari  kebijakan itu, kemudian dibuka  Program Guru dalam Jabatan s1 PGSD bekerja sama dengan STKIP Ruteng untuk penyelenggara di kabupaten Ngada sehingga banyak guru dari jenjang D2 mulai menikmati pendidikan jenjang   S1. Tahun 2008 Fridus mengajukan pendirian STKIP Citra Bakti. Proses dilaksanakan dalam kurun waktu 2 tahun hingga tahun 2010.  Ijin pendirian STKIP CITRA BAKTI tanggal 7 Juli 2011.  STKIP Citra Bakti berpayung dalam Yayasan Citra Masyarakat Mandiri. Ekspresi Cinta seorang Fridus Muga dalam dunia pendidikan di Ngada terarah kepada hadirnya tenaga terdidik, terlatih untuk mendampingi masyarakat untuk mencapai kemandirian. Cacatan sejarah seorang Fridus Muga yang mengekspresikan rasa cinta di dunia pendidikan di Ngada terdokumentasi secara sangat nyata. Mulai menjadi dosen, perintis hadirnya perguruan tinggi, terjun bebas jadi sopir dan  pedagang ayam dan kemudian mendirikan STKIP Citra Bakti.

Ide cemerlang dan inspiratif ini, tidak lepas dari refleksi yang mendalam tentang jati dirinya yang tersirat dalam nama kultural  Bajawa yang disandangnya. Muga terdiri dari kata Mu (ancang-ancang  untuk melakukan sesuatu, menyatakan sesuatu,  biasanya disertai dengan kata kerja . Kata Ga atau  punu artinya menyampaikan sesuatu  secara terbuka ).  Kata Muga ketika diucapkan harus ada jeda antara dua kata tersebut. Muga artinya silakan menyampaikan sesuatu .  Cukup menyebutkan intinya  saja.  Makna di balik nama kultural tersebut sebenarnya menjadi pintu masuk lahirnya ide, gagasan untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi.  Saat ini dia telah berperan menjadi pemimpin yang mengatur seluruh mekanisme pelaksanaan pengelolaan sebuah perguruan tinggi. Ada dosen, ada mahasiswa, ada karyawan,  ada keluarga mahasiswa, ada anggota masyarakat   yang berada di sekitar Malanuza yang menyediakan aneka kebutuhan mahasiswa . Secara visioner,  seluruh managemen pelaksanaan  perguruan tinggi  STKIP Citra Bakti merupakan ‘latihan awal’ untuk diberi peran yang lebih besar.  Barangsiapa setia pada perkara perkara kecil, akan diberi kepercayaan untuk menangani perkara yang lebih besar.  Go faka olo tebu gha... (tunas sebagai pemimpin sudah ada dalam dirimu). Firman ternyata sudah dibaca oleh masyarakat Ngada.  Dan Firman itu sedang hadir di tanah Ngada. selamat berjuang, (Bersambung)

Eddy Loke

Surabaya, 17 Agustus 2020

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan