Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Literasi Reba Deru (Bagian Kelima) Pebhe Telo : Memberi Makan kepada Nitu Dewa

Berdasarkan cerita rakyat yang yang berkembang pada zaman dahulu dan memiliki relasi signikan dengan reba Deru terutama ritus Pebhe Telo (lempar telor) bahwa, acara tersebut merupakan pemberian makanan kepada Nitu Dewa yakni suaminya ine Nalo ana ebu Gale Ga’e (Mori Wesu Reba Deru) yang bersuamikan dengan seorang Nitu.Ine Nalo bersama suaminya Nitu Dewa bertempat tinggal Zale One Wae (dalam air) di salah tempat namanya Nabe Nalo (dekat Wae Koko) . Perihal pelaksanaan, pebhe telo berlangsung senja hari sekitar jam 16.30 waktu Indonesia bagian tengah (WITA) .Durasi waktu yang dibutuhkan untuk prosesi tersebut cukup singkat yaitu dua menit lima puluh dua detik.Pasca Zo Wuwu Mai peserta bergeser dan berkumpul di depan dan bagian selatan bhaga Deru ine Pama persis didepan sa’o teke wesu (Patola dan Gebha wea).Sementara itu dua orang lelaki dari teke wesu mengambil posisi, salah satunya berada di dalam Bhaga yang berperan sebagai so’i maro (tuan rumah) dan yang satunya berada dilu

Literasi Reba Deru (Bagian Keempat) : Zo Wuwu Mai

Gambar
Setelah acara sedo berakhir, peserta langsung menyiapkan diri untuk kegiatan Zo Wuwu Mai. Sementara itu beberapa jenis aksesoris yang digunakan sebelumnya seperti Tuba dan Sau diwajibkan untuk dilepas atau ditanggalkan. Dari pihak Teke Wesu (Sa’o Patola)   menyiapkan Bhuja (sejenis tombak) setelah itu diserahkan kepada   empat pasang laki-laki dan perempuan yang akan berdiri paling depan selama prosesi Zo Wuwu Mai berlangsung.Bhuja tersebut digenggam cukup erat dan berfungsi sebagai pembatas agar peserta tetap berada dalam barisan yang teratur dan rapi. Secara historis, Bhuja Ga’e atau Bhuja Kawa tersebut merupakan warisan yang diberikan oleh Gale Ga’e dan Ngao Ngedo sebagai pemilik (Mori Wesu) Reba Deru kepada Paji nee Tado sebagai penjaga, pelestari, penerus(Teke Wesu) Reba Deru. Alasan mendasar bahwa Gale Ga’e dan Ngao Ngedo menyerahkan tradisi reba tersebut karena mereka sedang konsentrasi untuk berperang terutama menghalau musuh yang datang dari berbagai penjuru meny

Literasi Reba Deru (Bagian Ketiga) : Sedo Deru

Gambar
Pelaksanaan perayaan Reba Deru pada hari ketiga cukup melelahkan karena pertama, ada beberapa sub kegiatan yang wajib dijalankkan secara matrathon, seksama, dan prosedural.Hampir tidak ada jeda sedikitpun antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya. Aktivtas tersebut meliputi; Soka Sedo di kampung woe Deru, Kelo Gha’e atau perakan uwi dari woe Deru ke Woe Loma, soka sedo di kampung woe Loma, Rei-rei Wara (menghardik badai), He ulo (mengelilingi loka sedo), Sedo Deru, Zo Wuwu Mai, Ka Zo Wuwu Mai, dan Su’i Uwi. Kedua, pada sesi kelo gha’e atau perarakan uwi dari woe Deru menuju woe Loma peserta yang terlibat diwajibkan untuk   tetap melantunkan syair o uwi dengan ayunan langkah dan hentakkan kaki yang berirama. Sementara jarak antara kampung woe Deru menuju woe Loma cukup jauh yaitu sekitar dua kilometer. Ditambah lagi dengan posisi kampung woe Loma secara topografis berada lebih tinggi dibandingkan dengan kampung Woe Deru. Jadi sambil berjalan dengan sedikit mendaki peserta