Outlook Pemulihan Sektor Pariwisata Indonesia 2021

 

Pariwisata sebagai sektor strategis dan memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional, mengalami dampak yang cukup parah akibat Covid-19. Pemerintah dalam APBN 2020 dan RAPBN 2021 tengah berupaya untuk memulihkan sektor pariwisata akibat Covid-19. Namun, dilihat dari arah kebijakan dalam RAPBN 2021 terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk dapat mempercepat pemulihan sektor pariwisata.

Pariwisata memiliki peranan penting terhadap perekonomian nasional. Rata-rata kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,7 persen dengan tren yang cenderung meningkat dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, peranannya terhadap penyerapan tenaga kerja juga sangat besar, dimana rata-rata sebesar 11,98 juta orang atau 9,2 persen dari total angkatan kerja dalam 4 tahun terakhir. Sektor pariwisata juga menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar Indonesia setelah CPO dan batubara, dengan rata-rata kontribusi terhadap devisa negara dalam 4 tahun terakhir sebesar Rp220,59 triliun per tahunnya.

Namun, pariwisata menjadi salah satu sektor paling terdampak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan anjloknya kinerja pariwisata Indonesia di tahun 2020. Untuk itu, tulisan ini bertujuan memperlihatkan sejauh mana pandemi Covid-19 mempengaruhi kinerja sektor pariwisata Indonesia dengan membandingkan kinerja sektor pariwisata sebelum dan setelah pandemi, serta melihat arah kebijakan pemerintah secara makro dalam menyelamatkan sektor pariwisata dalam RAPBN 2021.

Kinerja Sektor Pariwisata Sebelum dan Sesudah Pandemi Covid-1

Pariwisata mencatatkan perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, secara rata-rata mengalami peningkatan dari 4,05 persen pada periode 2011-2015, menjadi 4,68 persen sepanjang periode 2015-2019. Dilihat dari kontribusinya terhadap tenaga kerja juga tumbuh sebesar 25,48 persen dalam 5 tahun terakhir. Sementara dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tumbuh sebesar 92,12 persen dalam 5 tahun terakhir, atau meningkat secara rata-rata 16,34 persen per tahun dalam 5 tahun terakhir. Selain itu, kontribusi pariwisata terhadap devisa negara juga tumbuh sebesar 59,35 persen dalam 5 tahun terakhir.

Peningkatan kinerja sektor pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi pariwisata. Upaya tersebut diantaranya 3A (Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas), kegiatan pemasaran pariwisata melalui pendekatan BAS (Branding, Advertising, and Selling) dan strategi pemasaran lainnya yang mendorong peningkatan jumlah wisatawan, seperti kegiatan atau event berskala internasional diantaranya Asian Games dan IMF World Bank Annual Meetings 2018 yang diselenggarakan di Bali.

Tahun 2020, kinerja sektor pariwisata anjlok akibat pandemi Covid-19. Tercatat hingga Juni 2020, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) hanya sebesar 3,09 juta atau terkontraksi 59,94 persen (yoy) dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 7,7 juta, pada periode yang sama. Selain itu, dilihat dari tingkat hunian hotel berbintang juga mengalami penurunan, dimana rata-rata sampai dengan Juni 2020 tingkat occupancy hotel berbintang hanya sekitar 29,58 persen, turun dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 51,08 persen pada periode yang sama.

Kinerja sektor Penyediaan Akomodasi Makan Minum, serta Transportasi dan Pergudangan sebagai penopang sektor pariwisata juga anjlok pada tahun 2020 ini. Penyediaan Akomodasi Makan Minum mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,95 persen pada triwulan I 2020 dan minus 22,02 persen pada triwulan II, sedangkan sektor Transportasi dan Pergudangan mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,29 persen di triwulan I dan mengalami penurunan signifikan hingga minus 30,84 persen di triwulan II. Penurunan kinerja pariwisata sepanjang tahun 2020 terjadi akibat diterapkannya social distancing dan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah Indonesia, serta penutupan penerbangan di beberapa wilayah sebagai langkah untuk mengurangi penyebaran Covid-19.

Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan potensi hilangnya devisa negara dari sektor pariwisata sebesar USD6 miliar, serta ditutupnya lebih dari 2000 hotel, dan 8000 restoran. Selain itu, terdapat potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 30-40 persen dari total pekerja pariwisata yang ada saat ini. Hingga 19 Mei 2020 telah terjadi PHK, pekerja dirumahkan, dan unpaid leave sebesar 430 ribu pekerja hotel, 1 juta pekerja restoran, dan 1,4 juta pekerja transportasi darat (Apindo, 2020). Dengan keadaan pariwisata tersebut, diperkirakan target 18,5 juta wisman, 4,8 persen kontribusi terhadap PDB, serta Rp280 triliun sumbangan terhadap devisa negara yang ditargetkan dalam Nota Keuangan tahun 2020 sulit untuk tercapai.

Program-Program Pemulihan Sektor Pariwisata

Pada tahun 2020 ini, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memfokuskan pada langkah strategis melalui kebijakan tanggap darurat, dan pemulihan sektor pariwisata. Sementara pada tahun 2021 difokuskan pada upaya pemulihan, dan normalisasi pariwisata. Kebijakan tanggap darurat dilakukan dengan fokus untuk penanggulangan Covid-19 serta penyelamatan para pelaku usaha pariwisata melalui beberapa program seperti perlindungan sosial bagi pekerja pariwisata, realokasi anggaran Kemenparekraf ke kegiatan padat karya, serta stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata. Sementara dalam upaya pemulihan pariwisata di tahun 2020 pemerintah membuka sektor pariwisata secara bertahap dengan menerapkan protokol Cleanliness, Health, Safety, dan Environment (CHSE).

Pada tahun 2021, fokus pemerintah dalam RAPBN 2021 adalah kepada pemulihan, serta normalisasi sektor pariwisata. Dengan pagu indikatif sebesar Rp4,1 triliun pada tahun 2021, Kemenparekraf lebih memfokuskan kepada langkah-langkah mendorong peningkatan permintaan sektor pariwisata. Hal itu terlihat dari besarnya alokasi anggaran untuk Deputi Bidang Pemasaran dan Deputi Bidang Produk Wisata & Penyelenggara Kegiatan yang mencapai Rp1,36 triliun atau sekitar 33 persen dari total anggaran Kemenparekraf. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam RKP tahun 2021 pariwisata antara lain: (1) pemulihan pariwisata yang difokuskan untuk pengembangan destinasi pada 5 fokus kawasan (Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Likupang); (2) pengembangan aspek 3A (atraksi, aksesibilitas dan amenitas) serta peningkatan pada 2P (peningkatan promosi dan peningkatan partisipasi pelaku usaha swasta); (3) pendekatan strorynomic tourism yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan living culture serta menggunakan kekuatan budaya; (4) skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam membangun pusat-pusat hiburan seperti theme park yang akan menyerap banyak wisatawan.

Dilihat dari arah kebijakan pemerintah pada tahun 2021 yang lebih mendorong kepada pengembangan destinasi wisata dengan penekanan kepada penerapan CHSE dan pengembangan aspek 3A, serta fokus pemerintah untuk meningkatkan permintaan pelaku wisata melalui kegiatan promosi di tahun 2021 tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mendorong percepatan pemulihan sektor pariwisata, diantaranya: pertama, sebelum pemerintah memfokuskan pada kegiatan promosi untuk meningkatkan permintaan pariwisata dalam RAPBN 2021, pemerintah harus terlebih dahulu memastikan telah mengatasi permasalahan yang dialami pelaku usaha pariwisata yang terdampak akibat Covid-19. Sebab, seberapa cepat pemulihan sektor pariwisata akan sangat terkait dengan kesiapan para pelaku usaha pariwisata sebagai penopangnya.

Kedua, pemerintah perlu mendorong peningkatan wisatawan domestik. Sebab, dengan mengandalkan wisatawan domestik, pariwisata Indonesia akan lebih resilience, serta pemulihan sektor pariwisata akan lebih cepat. Saat ini, pemasukan dari wisatawan domestik masih relatif rendah, yakni sebesar 55 persen, sementara 45 persen disumbangkan dari wisatawan mancanegara. Rata-rata negara maju memiliki pemasukan lebih dari 70 persen dari wisatawan domestik, sehingga memiliki resilience yang lebih tinggi (Kemenko Kemaritiman dan Investasi, 2020).

Ketiga, dalam RAPBN 2021, pemerintah menekankan pengembangan aspek CHSE dan 3A dalam impelementasi tatanan new normal di daerah tujuan wisata. Namun, untuk dapat menerapkan CHSE tersebut membutuhkan biaya yang tergolong mahal. Sehingga, pemerintah diharapkan mempertimbangkan langkah yang dapat diambil untuk dapat mengakomodir para pelaku usaha untuk dapat mengimplementasikan sistem CHSE.

Keempat, salah satu fokus utama pemerintah dalam pemulihan pariwisata di tahun 2021 adalah dengan meningkatkan promosi pariwisata, terutama untuk meningkatkan kepercayaan para pelaku wisata, bahwa berwisata ke Indonesia telah aman, karena Indonesia telah menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan standar WHO, dan dengan penerapan CHSE. Namun, mengacu kepada data Travel and Tourism Competitiveness Report 2019, Indonesia hanya menempati posisi 102 dari 140 negara, untuk kategori Health and Hygiene, yang berarti permasalahan kesehatan dan kebersihan memang telah menjadi persoalan pariwisata Indonesia dalam beberapa terakhir, sehingga tidak mudah untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan, terutama mancanegara untuk mau berwisata ke Indonesia.

Dapat disimpulkan, dari arah kebijakan pemerintah dalam pemulihan sektor pariwisata yang telah dijalankan dalam APBN 2020, maupun yang direncanakan dalam RAPBN 2021, telah sejalan dengan kebutuhan sektor pariwisata, dan pelaku usaha pariwisata, yakni dengan fokus untuk menyelamatkan pelaku usaha pariwisata di APBN 2020 ini, serta menciptakan demand atas pariwisata yang menjadi fokus dalam RAPBN 2021. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, sebagaimana yang diuraikan diatas.

Rekomendasi

Berdasarkan penjabaran pada bagian pembahasan di atas, terdapat beberapa hal yang dapat direkomendasikan, agar pemulihan sektor pariwisata sebagaimana direncanakan dalam RAPBN 2021 dapat segera tercapai, antara lain: pertama, untuk dapat mempercepat pemulihan sektor pariwisata di tahun 2021, pemerintah harus memastikan kesiapan para pelaku usaha di sektor pariwisata yang di tahun 2020 terdampak akibat Covid-19. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan insentif bagi dunia usaha sektor pariwisata dapat disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran di tahun 2020 ini, terutama insentif untuk dapat meringankan beban usaha mereka. Selain itu, pemerintah khususnya Kemenparekraf sebaiknya dapat mempublikasikan mengenai perkembangan kondisi pelaku usaha sektor pariwisata, serta sejauh apa implementasi program pemulihan ekonomi nasional telah memberikan manfaat bagi para pelaku usaha pariwisata.

Kedua, pemerintah perlu mengupayakan program-program yang dapat meningkatkan demand side, baik melalui program perlindungan sosial yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat, subsidi tiket/harga, dan lainnya yang dapat mendorong permintaan pariwisata, terutama wisatawan domestik.

Ketiga, pemerintah dapat berkolaborasi dengan para pelaku usaha dalam implementasi CHSE, baik dalam bentuk subsidi, maupun insentif lainnya yang dapat mendorong implementasi CHSE. Serta, pemerintah harus menerapkan kontrol yang memadai untuk memastikan implementasi CHSE dilakukan dengan baik.

Keempat, penilaian health and hygiene Indonesia yang rendah telah menjadi perhatian pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 telah memaksa penerapan CHSE yang juga mendorong perbaikan dari sisi health and hygiene. Untuk itu, pemerintah harus lebih dapat mensosialisasikan dan mempromosikan perkembangan health and hygiene pariwisata Indonesia, terutama kepada para wisatawan mancanegara.(Sumber : Buletin APBNVol. V, Edisi 15, Agustus 2020: Pusat Kajian Anggaran/Badan Keahlian  DPR)






Komentar

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q :-* (f) (f) (f)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan