Akselerasi Pemulihan Ekonomi Melalui Pembangunan Infrastruktur Daerah

Pandemi Covid-19 sejak Maret lalu memberikan dampak yang signifikan di semua sektor. Penyebaran virus yang mudah, cepat, dan luas telah menimbulkan krisis kesehatan, sementara di sisi lain, kebijakan pembatasan sosial untuk flattening the curve menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Di tengah ketidakpastian tersebut, Pemerintah dituntut untuk memberikan respon cepat dan adaptif dalam rangka memberikan stimulus fiskal pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha.

 Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai penyesuaian APBN dengan kebijakan relaksasi defisit di atas 3 %, termasuk dengan melakukan penghematan dan realokasi belanja guna menambah kapasitas fiskal untuk penangan Covid-19. Penyesuaian tersebut juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap APBD yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat sehingga pos anggaran selain untuk penanganan Covid-19 terpengaruh, termasuk anggaran untuk infrastruktur. Namun, kondisi ini tak lantas mengesampingkan urgensi pembangunan infrastruktur di Indonesia sehingga diperlukan inovasi dan ide-ide pembiayaan kreatif agar pembangunan infrastruktur tak terlalu membebani negara.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam proses pemulihan ekonomi jangka panjang dimana melalui infrastruktur yang terbangun dengan baik maka akan semakin baik kemungkinan percepatan pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan jika infrastruktur belum terbangun. Selain itu, peningkatan kualitas layanan publik dan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dinilai perlu untuk mendukung pemanfaatan peluang bonus demografi Indonesia secara optimal. Pembangunan infrastruktur dinilai akan menjadi jembatan penghubung bagi urat nadi perekonomian, tidak hanya dari sisi supply tetapi juga demand karena dapat menciptakan lapangan kerja, mendorong konsumsi bahan baku, dan dalam jangka panjang mendukung kegiatan perekonomian karena memiliki multipplier effect yang besar pada sektor lainnya sehingga dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Sebelum masa pandemi, pembiayaan infrastruktur daerah dipenuhi melalui skema APBD, Pinjaman Daerah, BUMD, dan KPBU, namun setelah pandemi melanda, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu mengembangkan pembiayaan yang telah ada seperti Pinjaman Daerah untuk PEN, BUMD dengan pembiayaan yang inovatif, serta pemanfaatan skema KPBU yang lebih progresif. Selain itu, Pemerintah juga perlu menggali inovasi pembiayaan lainnya seperti Blended Financing, yaitu dengan mengombinasikan berbagai alternatif agar pembiayaan semakin efisien seperti SDG Indonesia One, Obligasi Daerah, dan Eksplorasi pembiayaan SBSN. Sebagai permulaan, Pemerintah sedang menjalankan Proyek Pengelolaan Sampah Legok Nangka sebagai piloting project Blended Financing yaitu dengan memadukan pinjaman luar negeri, pembiayaan swasta dan tipping fee dari Pemda dalam satu skema KPBU.

KPBU merupakan kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan layanan infrastruktur untuk kepentingan umum berdasarkan perjanjian antara Pemerintah dan badan usaha dengan memperhatikan prinsip pembagian risiko diantara para pihak. Pemerintah dalam Perjanjian KPBU diwakili oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Pemerintah Daerah, yang disebut sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK). Hal yang menarik adalah pembagian risiko tersebut dialokasikan kepada pihak yang paling kompeten untuk mengendalikannya, misalnya risiko politik dan perubahan kebijakan sepenuhnya ditanggung oleh PJPK, sedangkan risiko konstruksi, risiko pasar, dan risiko operasi ditanggung oleh badan usaha. Dengan begitu, pelaksanaan proyek infrastruktur melalui skema KPBU akan berjalan lebih efektif dan efisien.

Tiga elemen utama dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU adalah: (i) adanya kepastian hukum yang kuat baik untuk investor, pemilik proyek, maupun pemerintah (Regulatory Framework); (ii) adanya insentif dan fasilitas sebagai imbalan/ keuntungan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing proyek, yaitu fasilitas penyiapan proyek (Project Development Fund/PDF), fasilitas dukungan dana kelayakan (Viability Gap Fund/VGF), dan penjaminan Pemerintah; serta (iii) adanya institusi dengan misi khusus yang mendukung pelaksanaan KPBU (Special Mission Vehicle/SMV), yang terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), serta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Sementara itu, bentuk pengembalian yang ditawarkan dalam skema KPBU terdiri dari dua mekanisme, yaitu pembayaran oleh pengguna (User Payment) dan pembayaran oleh PJPK melalui skema ketersediaan layanan (Availability Payment).

Selain itu, pembiayaan infrastruktur juga dipenuhi oleh pinjaman daerah melalui PT SMI sebagai SMV Pemerintah Pusat. Pinjaman Daerah telah dimanfaatkan banyak Pemda untuk membangun berbagai jenis infrastruktur seperti rumah sakit, irigasi, pasar, jalan daerah, dan lain-lain. Dengan adanya Program PEN, melalui PMK 105/2020 Pemerintah juga memberikan fasilitas pinjaman daerah yang dikelola oleh DJPK dan dilaksanakan melalui PT SMI, dengan ketentuan yang lebih akomodatif pada kebutuhan Pemda terutama dalam melaksanakan Program PEN. Sementara itu, inovasi pembiayaan jenis baru seperti obligasi daerah masih dalam pematangan instrument dan pemilihan daerah yang akan menjadi menjadi piloting project. Ke depannya, diharapkan opsi pembiayaan ini bisa lebih mengurangi beban APBD/APBN yang terbatas untuk mengejar pembangunan infrastruktur guna keluar dari middle income trap.

(Sumber : https://www.kemenkeu.go.id/media/16163/apbn-kita-september-2020)



 

Komentar

  1. Numpang promo ya Admin^^ (f)
    ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
    ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
    add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^ x-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan