Kisah Absurd Larangan Beribadah di Desa Ngastemi

 

Cerita dibalik terbitnya surat dari Kepala Desa Ngastemi Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto, Mustadi pada tanggal 21 September 2020 yang ditujukan kepada Ibu Sumarmi boleh dibilang lucu dan tidak masuk akal. Bagaimana tidak ?. Surat yang berisi tentang larangan membangun tempat ibadat dan melakukan ibadah yang berlindung dibawah ketiak SKB (Surat Keputusan Bersama) dua Menteri (Menteri dalam Negeri dan Menteri Agama) terkesan mengada-ada. Bahkan sepertinya masyarakat setempat terlalu paranoid andaikan tempat ibadat agama lain hadir di tengah-tengah mereka.

Gegara desain glass block yang mirip salib konon menjadi alasan utama munculnya surat tersebut. Terminologi glass block diterjemahkan dari Bahasa Inggris  yaitu kaca bata, atau blok kaca adalah elemen arsitektur yang terbuat dari kaca. Penampilannya bervariasi dalam warna, ukuran, tekstur, dan bentuk. Demikian dengan ukurannya juga bermacam-macam. Glass block banyak dipilih sebagai elemen pada interior maupun eksterior rumah, karena selain fungsinya yang menguntungkan juga pemasangan glass block juga tidak sulit. Sepertinya alasan pemicunya sangat sederhana. Jangan-jangan ada dalil lain dibalik surat tersebut ?

Menurut teman-teman dari komunitas Gusdurian yang bersilaturrohim ke rumah bu Sumarmi yang berada Dusun Karangdami, Desa Ngastemi pada Hari Minggu (26/92020) bahwa terkait surat yang beredar di medsos tentang  pelarangan Rumah Ibadah ( Rumah Doa), kronologinya sebagai berikut : rumah Ibu Sumarmi kondisinya memang sudah rusak terutama atapnya bocor. Rumah tersebut direhab dan sejak tahun 2009 biasa digunakan untuk kebaktian dengan jemaat kurang lebih 25 orang (yang aktif 15 orang), kata bu Pendeta.

Setelah atapnya dipugar gentengnya juga ditinggikan serta diberi pencahayaan dengan glassblock (berbentuk salib) ternyata itu menimbulkan reaktif dari masyarakat  dusun sebelah bahwa itu akan di bangun rumah ibadah sehingga timbul pelarangan.Merespon situasi tersebut maka terjadilah pertemuan dengan Kepala Desa serta perwakilan masyarakat, pada hari Senin (21/9/2020) dan memutuskan bahwa dari pihak desa mengeluarkan surat seperti yang beredar di medsos, dan sudah diterima ibu Sumarmi pada hari Kamis 24 September 2020.

Situasi tersebut membuat Bu Pdt. Kristin selaku Gembala (pimpinan) sedih dan kecewa demikian juga dengan Bu Sumarmi pemilik rumah bersama jemaat GPDI Ngastemi . Mereka sangat berharap agar bisa beribadah seperti sediakala bahkan pemilik rumah juga sudah menghilangkan glassblock yang menyerupai salib. Apa yang dilakukan oleh Ibu Sumarmi sudah menjawab point 1 dari surat yang diterimanya.

Harapan ibu Pendeta, ibu Sumarmi dan keluarga serta jemaat setempat agar tetap bisa menjalankan kegiatan doa di rumah tersebut artinya mereka keberatan isi surat point ke2 yang isinya "Dilarang melakukan ibadah dan atau doa bersama di rumah saudara Sumarmi yang ada di RT 03 Dusun Karangdami tersebut agar tercipta suasana harmonis kehidupan antar umat beragama khususnya di Dusun Karangdami"

Koordinator Gusdurian Mojokerto berharap, Apa yang menjadi hak warga umat Kristen Ngastemi tetap bisa melaksanakan ibadah, semestinya seperti sebelumnya (sudah sejak 2009) lalu, yang mana hal itu sudah tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2, dimana negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Kejadian yang menimpa ibu Sumarmi memang menjadi atensi banyak pihak terutama kelompok Gusdurian dimana rencananya siang ini, Senin (28/9/2020) akan berlangsung pertemuan antara komunitas tersebut dan pihak terkait dengan kepala desa Ngastemi (JL).



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan