Quo Vadis Program Tantenela Paris di Ngada (Sebuah Tawaran Materi Pembelajaran dalam Menyusun Program)


Program Tantenela paris  yang dicanangkan  Bupati Ngada  Bapak Andreas Paru dan wakil bupati Ngada  Bapak Raymundus Bena  di awal pemerintahannya, terasa sangat menantang. Mayoritas masyarakat Ngada yang berprofesi  sebagai petani dan peternak, merasa tersapa lewat program ini ketika menghadiri kampanye pilikada yang lalu. Para nelayan di pantai utara dan selatan, juga mengharapkan hal yang sama. Anggota masyarakat  Ngada yang tinggal di wilayah dengan potensi wisata alam dan budaya eksotik  tentu punya harapan tersendiri dari program ini.  

Setelah mendapatkan mandat dari masyarakat untuk memimpin Ngada, Bapak Bupati dan Wakil bupati tentu punya strategi untuk mengimplementasikan program tersebut.  Fakta yang terlihat  oleh masyarakat saat ini antara lain; pembagian traktor dan bajak lahan gratis, tangga untuk petik cengkeh,  perbaikan spot  spot wisata, pendekatan kepada pemerintah pusat dan instansi terkait di atasnya, untuk mendukung program ini.  

Pasti sudah  banyak ‘kegiatan implementatif’ dari program tantenela paris yang sudah dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Ngada namun belum saya tulis pada kesempatan ini.  Penulis melihat ada pemikiran strategis dari program ini :  Bagaimana meningkatkan kapasitas petani, peternak , nelayan dan masyarakat Ngada  umumnya  agar  mampu mengelola ‘potensi yang dimiliki ( termasuk potensi alam dan budaya )‘  dalam upaya  meningkatkan kesejahteraannya.   Arah 3 arah gerakan ini sangat jelas dan didokumentasikan secara tertulis  :

Pertama : Pemenuhan kebutuhan dasar /sehari hari  (tuka = perut). Pertanyaan dasar berkaitan dengan hal ini, sangat jelas : bagaimana mendampingi para petani, peternak dan nelayan agar mampu mendapatkan penghasilan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Kedua : Ada ‘kehidupan’  yang lebih baik di masa yang akan datang  (tuku = simpanan/tabungan). Pertanyaan dasar berkaitan dengan hal ini : apakah ada strategi dan pendekatan kepada masyarakat sehingga masyarakat memiliki budaya menabung, dimana mereka menabung dan berapa banyak yang sudah ditabung  serta untuk apa tabungan tersebut akan digunakan ?

Ketiga : Tersedianya jaringan pemasaran agar  aneka produk yang dihasilkan  masyarakat  ngada  bisa terjual (teka = jual ). Setelah memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan produktivitasnya, apakah sudah difasilitasi agar apa yang sudah dihasilkan masyarakat bisa ‘laku’ di pasar ? 

Design Program tantenela paris dengan tiga arahan di atas,  sangat jelas .  Tulisan ini dibuat untuk dijadikan media pembelajaran agar memahami  sejauhmana program tantenela paris ini didistribusikan ke tengah masyarakat.  Berkaitan dengan hal ini, penulis ingin memperkenalkan cara menyusun program agar ketika menilai sebuah program termasuk program tantenela paris, kita memiliki pijakan rasional.

Mengenal  Tahap Penyusunan dan Implementasi Program 

Pada tahun 1990, masyarakat Ekonomi Eropa memperkenalkan Project Cycle Management sebagai cara untuk merencanakan suatu program.  Ada juga alat lain yang digunakan yakni Appreciative Inquiry dan ABCD (Asset Based Community Development.).  Berkaitan dengan program Tantenelaparis, penulis hanya memperkenalkan alat yang disebut Project Cycle Management. Ketika menggunakan  Project Cycle Management  sebagai sarana menyusun program, kita diperkenalkan dengan  proses persiapan yang matang untuk  mencapai tujuan. Tujuan yang ingin dicapai harus berbasiskan identifikasi masalah yang terjadi dalam komunitas masyarakat yang akan didampingi, kebutuhan dan harapan mereka. Pemenuhan kebutuhan dan harapan mereka merupakan tujuan dari keseluruhan proses pendampingan tersebut.  Gambar berikut ini, bisa memberikan gambaran umum tentang keseluruhan proses implementasi program.

Pemahaman per tahap

Tahap pertama adalah identifikasi. Pada tahap ini, komunitas dampingan yang bernama petani, peternak, dan nelayan harus terlebih dahulu diidentifikasi. Nama anggota petani, peternak dan nelayan, tempat tinggalnya, dan nama anggota kelompok harus terlebih dahulu diproses. Pertemuan intensif dengan seluruh calon anggota komunitas  sangat diperlukan  untuk mengetahui apa yang mereka alami, apa yang mereka miliki dan apa yang perlu dikembangkan. Proses identifikasi ini menjadi sangat penting untuk menentukan wilayah prioritas yang menjadi tempat perdana implementasi program. Karena program ini juga sangat kental dengan program politik, maka perlu ditentukan secara sangat hati hati agar tidak terjadi  bumerang.  Artinya program yang disusun bagus tetapi lebih mengutamakan anggota masyarakat yang hanya direkomendasi tim sukses, memiliki hubungan keluarga,  akan berdampak negatif dalam implementasinya. Pertanyaan penting ketika program tante nela paris ini sudah dijalankan : dimana komunitas petani, nelayan, peternak yang sudah didampingi  sebagai pembuktian implementasi program tantanela paris ? Jawaban terhadap pertanyaan ini, menjadi sangat penting untuk mengetahui dan mengklarifikasi ketika harus melakukan monitoring dan evaluasi.

 Tahap kedua, Penyusunan Rencana Program dan Kegiatan. Ketika menyusun program ada alat yang bernama Logical framework approach (LFA)/Kerangka Kerja Logis.  Di dalamnya ada rumusan tentang tujuan umum (goal), outcome, output dan kegiatan. Selain itu ada indikator , alat bukti dan asumsi . Sebelum mengimplementasikan program ini, harus terlebih dahulu memastikan kerangka kerja logis dari sebuah program . Contoh tabel berikut bisa menjadi materi pembelajaran yang penting.

LFA Pendampingan Petani  (hanya contoh )

Goal : Meningkatnya  kesejahteraan Petani di kabupaten Ngada

Jenis intervensi

Indikator (Petunjuk yang memberikan gambaran tentang kesuksesan program)

Alat bukti

Asumsi

Outcome (Hasil yang diperoleh sesudah beberapa tahun program itu dijalankan maksimal 3 tahun )

 

Meningkatkan penghasilan petani

 

 

 

 

 

Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat  ketika mengkonsumsi makanan sehat  ( tuka)

 

 

Meningkatnya kapasitas  dalam memasarkan hasil pertaniannya (teka)

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam satu tahun pelaksanaan program, petani  bisa mendapatkan hasil 25% dari hasil panen musim sebelumnya

 

 

Anggota masyarakat mengurangi sebanyak 10% produk kimia utk tanaman

 

 

 

Ada peningkatan 25% penjualan hasil kebun dari periode sebelumnya

 

 

 

 

 

 

Nama dan alamat penerima hasil petani dan catatan hasil timbangan

 

 

 

Jenis pupuk organik yang digunakan

 

 

 

 

Catatan penjualan petani

 

 

Output  (Hasil yang langsung diperoleh setelah mendapatkan pelatihan / pendampingan )

 

Meningkatnya ketrampilan petani  dalam mengolah lahan,  membuat pupuk, meracik obat obatan untuk membunuh hama, mengolah hasil panen

 

Meningkatnya ketrampilan masyarakat dalam mengolah hasil pasca panen

 

 

Meningkatkan  ketrampilan masyarakat untuk memasarkan hasil panen

 

 

 

 

 

 

 

Ditahun pertama pelaksanaan program, sekurang kurangnya 2 kelompok tani di setiap desa yang sudah difasilitasi

 

 

Setiap desa memiliki unit usaha pengelolaan hasil pertanian yang dikelola secara kelompok  di tahun kedua program TNP

 

Bumdes menjadi lembaga penampung hasil panen masyarkaat yang siap dipasarkan secara luas

 

 

 

 

 

 

 

Sebutkan nama desa dan nama anggota kelompok yang sudah didampingi

 

Contoh rumusan Kegiatan

  •  Mengadakan sosialisasi tentang program yang akan dijalankan kepada Tim pelaksana
  • Mengadakan TOT bagi para pendamping dan menyusun jadwal pelaksanaan pendampingan kepada masyarakat
  • Tim pelaksana mengadakan kegiatan sosialisasi kepada anggota / kelompok tani atau masyarakat
  • Mengadakan pelatihan membuat pupuk,
  • Mengadakan pelatihan dalam meracik obat alami pembunuh kuman
  • Melatih anggota kelompok dalam berorganisasi di bidang pertanian (penentuan tugas dan tanggungjawab dari para pengurus serta aturan aturan yang disepakati bersama)
  • Mengadakan forum dialog antar para petani  agar mendapatkan masukan dari sesama petani
  • Memperkenalkan cara menjual  hasil pertanian lewat jaringan / media sosial
  • Memperkenalkan cara mengembangkan dan mengelola BUMDES berbasiskan hasil pertanian

Penyusunan Kerangka kerja logis ini (LFA = Logical framework approach ) ini disertai dengan anggaran per kegiatan dan rencana pelaksanaan berdasarkan tanggal bulan dan tahun.

Kalau program tantanela paris dirancang seperti ini, pasti semua pihak yang dilibatkan dalam program ini, akan tahu apa yang dilakukan, apa yang akan diperoleh masyarakat dan komunitas mana yang sudah menjalankan program ini. Kalau design seperti ini tidak dirancang oleh pengambil kebijakan, maka akan sulit menemukan dimana anggota komunitas petani, peternak atau nelayan yang sudah didampingi atau yang sudah mendapatkan program tantenela paris.  Hal ini berlaku juga bagi pengembangan spot spot wisata. Silakan periksa kegiatan apa yang dilakukan untuk mendukung pariwisata, hasil setelah melakukan kegiatan dan tujuan yang didapatkan dari proses ini. Pada tahap ini, harus sudah diputuskan berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk membiayai sebuah program. Ada harapan agar setiap anggota kelompok mengetahui anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan ini. Pertanyaan penting, berapa anggaran yang disediakan pemerintah untuk membiayai program tanta nela paris ? 

Tahap ketiga adalah implementasi. Implementasi akan sangat mudah dilakukan ketika sudah melewati proses identifikasi, design program dan disesuaikan dengan rumusan kegiatan yang telah disusun. Pihak pihak yang dilibatkan untuk mendampingi komunitas perlu ditentukan sejak awal. Untuk Ngada, selain dinas dinas terkait, juga melibatkan mahasiswa dari perguruan tinggi yang sedang mendalami ilmu di bidang pertanian dan peternakan. Ketika ada pendampingan dari institusi atau anggota masyarakat yang memiliki kapasitas yang  mumpuni maka anggota komunitas entah peternak, petani, nelayan akan ter-upgrade  kapasitasnya. Begitu pun dengan pariwisata yang berbasiskan kekayaan alam dan budaya. Pendampingan dari institusi pendidikan atau pihak pihak berkompeten di bidangnya, sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Ngada. Hadirnya PPL atau ‘tim yang terlatih’ menjadi kunci suksesnya implementasi sebuah program.

Tahap keempat , monitoring dan evaluasi.  Monitoring biasanya dilakukan oleh managemen internal yang diberi tugas dan tanggungjawab dalam mengawas semua program yang dijalankan.  Penanggungjawab program diminta membuat laporan tentang perubahan yang terjadi termasuk penggunaan dana berkaitan dengan implementasi program. Pijakan untuk membuat monitoring adalah kerangka kerja logis yang sudah disusun.  Monitor, melihat aktivitas masyarakat dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan berdasarkan jadwal pendampingan.

 Sementara Evaluasi dilakukan dengan melibatkan pihak lain agar memberikan masukan yang berarti ketika menemukan beberapa hal yang terjadi di lapangan.  Komisi Masyarakat  Eropa menggunakan beberapa hal berkaitan dengan evaluasi.  Point yang biasanya dievaluasi adalah relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan dari program yang dilaksanakan.  Evaluasi dibuat berdasarkan logframe  (kerangka kerja logis ) yang disusun sebelumnya. Evaluasi dilakukan secara periodik berdasarkan jadwal yang sudah disusun. Saat ini, ketika program tantenelaparis sudah dilaksanakan sudah waktunya mengundang pihak luar untuk berkunjung dan melihat sejauhmana program  tersebut sudah dijalankan.  Penilaian tentang sukses dan gagalnya sebuah program, dapat ditemukan pada saat evaluasi ini sekaligus mendapatkan masukan untuk perbaikan ke depan.

Tahap kelima, replanning program : (merancang ulang) apa yang sudah dilaksanakan setelah mendapatkan masukan dari berbagai pihak tentang implementasi program. Tahap tahap seperti ini, sangat penting untuk menjawabi pertanyaan, sejauhmana program yang disusun dan menghabiskan dana yang cukup besar, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Ada 2 hal yang bisa diproses pada tahap ini : menyusun ulang program berdasarkan hasil evaluasi apabila ditemukan beberapa hal yang tidak dijalankan secara prosedural.  Dan  apabila  ada  komunitas atau kelompok sudah memiliki kapasitas pasca pendampingan, mereka bisa mengorganisir diri (swakelola).  Mereka pun bisa diminta untuk membagi pengalaman baiknya (best practice ) kepada kelompok lain yang mulai didampingi. Bisa saja, key person (orang kunci) dari kelompok tersebut ‘diangkat’ menjadi pendamping di kelompok yang berbeda, supaya bisa menularkan praktek baik yang sudah dilakukan selama ini.

Penutup

Tantenela paris   adalah program yang dilahirkan dari kebijakan politik. Proses eksekusi  terhadap program tersebut pasti membutuhkan energi ekstra dengan melibatkan banyak pihak untuk membangun kesepahaman bersama.  Ada DPRD, ada dinas terkait dan staff pelaksana di lapangan,  ada tim ahli / tim perumus program, ada tim sukses,  ada kepala desa, ada BPD,  ada tim pelaksana di desa, ada kelompok –kelompok tani, kelompok ternak, kelompok nelayan.  Ada juga kelompok ‘cerdas’ yang selalu mengawasi kinerja pemerintah.  Ada juga komunitas sadar wisata. Semua elemen masyarakat ‘terlibat secara langsung atau tidak langsung’ dalam memantau perkembangan implementasi dari program ini. Tentu mereka memiliki  cara pandang,  cara bertindak, cara bersikap, cara melontarkan gagasan.  Gagasan atau ide , bisa bermacam-macam. Lahirnya aneka ragam tanggapan sebenarnya adalah bagian dari gerakan partisipatif masyarakat untuk menjadikan Ngada semakin baik di hari hari yang akan datang. Alat ini sengaja saya perkenalkan agar cara pandang terhadap implementasi program bisa terfokus pada upaya yang semakin baik dalam melayani kepentingan masyarakat Ngada yang kita cintai. (Editor : John Lobo)

Eddy Loke

Fasilitator Penyusunan Program di beberapa Keuskupan di Indonesia,  tinggal di surabaya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan