Penistaan Agama Karena Tersesat

 

Penenistaan agama tak akan pernah berhenti. Sampai kapanpun. Demikian juga pelarangan pembangunan rumah ibadah termasuk penyegelan rumah ibadah yang sudah lama digunakan dengan mengatasnamakan IMB pasti dan akan terus terjadi. Ini bukan sekedar intoleransi vs toleransi, pun pula bukan soal ketidakadilan terhadap yang merasa diri minoritas dan keberpihakan kepada yang mayoritas. Tetapi semua ini bisa terjadi karena penilaian terhadap agama lain selalu dengan menggunakan dalil dan argumentasi dari agama sendiri yang sama sekali tidak memiliki hubungan dan keterikatan dengan agama lain.

Penistaan agama itu muncul bukan karena ada agama yang dinistakan namun dibiarkan tanpa ada proses hukum dan yang lain ditindak dan diproses hukum tetapi karena ajaran agama kita digunakan untuk menilai ajaran agama lain. Itu adalah awal dari semua kegaduhan yang muncul dan melahirkan para penista entah dengan menyebarkan kebohongan, hoax, debat dan saling membalas cuitan antar sesama oknum yang pindah ke agama lain.

Ajaran agama Katolik tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk menilai ajaran agama Islam. Demikian juga ajaran agama Islam tidak bisa dijadikan sebagai pijakan untuk mengkritik ajaran agama Katolik. Atau ajaran agama Protestan dan alirannya tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk menilai ajaran agama Islam maupun Katolik. Kalau sudah pindah, meskipun tahu dan paham betul ajaran agama sebelumnya tidak bisa dijadikan alasan untuk menilai bahkan mengkritik ajaran dan praktek dari agama yang dianut sebelumnya. Singkatnya ajaran agama yang dianut adalah hanya untuk penganutnya. Hal ini yang tidak disadari sehingga yang memunculkan sikap “balas dendam” dengan mengatasnamakan membela agama maupun Tuhan.

Demikian juga dengan sikap intoleran yang dilakukan oleh beberapa oknum kelompok yang melarang pendirian rumah ibadah ataupun penyegelan rumah ibadah bukan semata karena soal IMB dan berbagai persayaratan yang tidak terpenuhi, tetapi karena penilaian terhadap kehadiran dan aktivitas agama lain selalu dinilai dari kacamata agamanya sendiri yang kemudian melahirkan ketakutan akan semakin banyak orang yang pindah ke agama itu atau dalam istilah lain yang disebut misi terselubung.

Kita contohkan saja satu kasus soal mbak Rara sang pawang hujan di Mandalika. Sebagian oknum menghakimi dan menghujat mbak Rara berdasarkan ajaran agama mereka, padahal mereka sendiri belum bahkan tidak tahu agama apa yang dianut oleh mbak Rara. Kalau seandainya mbak Rara adalah seorang Katolik, maka saya akan menilai tindakannya dari sisi ajaran Gereja Katolik. Tapi karena saya tidak tahu apa agama mbak Rara maka saya tidak bisa seenaknya menilai mbak Rara dengan menggunakan ajaran Gereja Katolik. Artinya yang hanya bisa menilai tindakan mbak Rara adalah pihak dari agama yang dianut oleh mbak Rara. Jadi kalau mbak Rara bukan bagian dari agama kita lantas kita menghakimi dia, itu namanya; “kotoran rumah tangga sendiri tidak dibersihkan tetapi sibuk membersihkan rumah tangga orang lain” atau dengan kata lain offside.”

Penistaan agama dan juga sikap intoleran berupa pelarangan dan penyegelan rumah ibadah hanya bisa berhenti kalau semua umat beragama menyadari secara khusus bagi oknum yang pindah  agama dan suka sibuk memfitnah dan menilai ajaran agama lain bahwa ajaran agama yang dianut adalah hanya untuk menilai sikap iman dan moral para penganutnya dan bukannya untuk menghakimi dan menilai agama lain. 

“Jika dikatakan bahwa semua agama itu baik maka kebaikan itu wajib dimulai dari agama itu sendiri dan bukan untuk memperbaiki bahkan mengkritis dan menghakimi agama lain terlepas bahwa statusmu sebagai “mantan” yang tahu dan paham dengan ajaran agama sebelumnya tidak bisa dijadikan alasan untuk terus menilai dan menghakimi mantanmu.”

“Kita beragama bukan untuk menjadi hakim dan tuhan bagi agama lain, maka jangalah mencari Tuhan pada agama lain. Jika sibuk mengurusi agama lain dengan menggunakan dalil-dalil agamamu itu sama saja dengan TERSESAT menemukan jalan untuk berjumpa dengan Tuhan!”

Manila: 28-Maret 2022

Tuan Kopong MSF

Editor : John Lobo




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan