Menjaga Autentisitas : Merawat M’ri Agar Tidak Terkutuk

Menjelang reba Deru yang akan dimulai malam ini, Sabtu (01/02/2020) sebanyak 30 lelaki dari suku Loma melakukan kegiatan membersihkan tempat-tempat khusus yang akan digunakan sebagai tempat ritual selama pagelaran pesta reba.

Salah satu tempat ritual yang dimaksudkan adalah Keka L’la atau M’ri. Letak tempat tersebut berada di pintu masuk perkampungan woe Loma. “Hari ini kami barusan membersihkan rumahnya nenek moyang atau ebu nusi sekaligus memberi tahu bahwa nanti malam kami akan dheke Reba” kata Dakus Lina salah satu tokoh adat ketika dihubungi via telepon seluler.


Perbaikan yang dilakukan oleh para kepala soma (Soro Mazi) dari setiap sa’o dan utusan dari masing-masing sa’o berkisar pada memperbaiki atap yang rusak (sulo keri) dan Puse kera yang terletak pada sisi kiri dan kanan atap dimana tempat tersebut untuk memasang sau bhuja juga memastikan bahwa M’ri menjadi tempat layak untuk menyimpan su’a uwi dari masing-masing sa’o pada saat prosesi Kelo Gha’e atau perarakan uwi dari Woe Deru (Wewa Sa’o Liko Deru) menuju Woe Loma .


Selain atap dan puse kera obyek kerja juga difokuskan untuk membersihkan dan menata 6 buah batu yang merupakan simbol dan representasi dari sa’o pu’u dan sa’o lobo . Ada 3 batu yang mempresentasikan sa’o pu’u yang meliputi sa’o Patola, Gebhawea, dan Rojawaga serta 3 batu simbol dari sa’o Manguderu, Usu jo, dan Sorokeli. Jumlah rumah adat (sa’o) yang ada di kampung Woe Loma ada 12. Rumah adat (sa’o) yang tidak disebutkan sebelumnya merupakan sa’o dhoro.


Menurut keyakinan masyarakat setempat upacara pembersihan yang dilakukan mengandung makna sebagai bentuk penyucian semua simbol-simbol yang akan digunakan selama upacara termasuk penyucian terhadap seluruh angota keluarga dan para leluhur agar perayaan reba  yang akan dirayakan tidak mengalami hambatan.Lebih lanjut Dakus mengatakan “kalau kami tidak membersihkan tempat ini bisa saja tertimpa sakit atau kena kutukan(sa’i) lainnya.


Keka L’la atau M’ri awalnya merupakan tempat yang digunakan oleh nenek moyang untuk musyawarah guna membicarakan berbagai persoalan yang ada didalam kelompoknya sebelum berdirinya sao meze seperti saat ini.Letaknyapun berada diluar pemukiman.


Apa yang lakukan hari ini merupakan upaya untuk memohon restu dan mewariskan tradisi agar hidup manusia menjadi sempurna. Dai nono wa’i dhepo nono logo, gha’o mu’e-mu’e, eba n’mo-n’mo, tedu da bepu dhepo da be’o, da olo po-olo pera, sadho ine rie-leba suru laki, kako bhila manu jago-Ie bhila jara masi.


Selamat merayakan Reba Deru 2020
Mojokerto, 1 Pebruari 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan