Tradisi Suci, Salah Satu Sumber Resmi Iman Katolik
Menurut Kamus Teologi, tradisi berasal dari bahasa Latin traditio yang berarti penerusan. Tradisi adalah proses penerusan (tradisi sebagai tindakan) atau warisan yang diteruskan (tradisi sebagai isi). Kata tradisi dalam bahasa Yunani yaitu paradosis yang secara harafiah berarti sesuatu yang telah “diserahkan”, “diteruskan”, “diwariskan”. Gereja Katolik mewarisi kekayaan tradisi yang luar biasa, walaupun ada juga tradisi yang berubah atau tidak lagi hidup di kalangan umat
Dalam arti yang paling dasar, ”tradisi” merupakan pengalaman iman bersama jemaat Kristiani, dalam menghayati hidup dan imannya dalam Kristus berkat persatuannya di dalam Roh Kudus. Pemeliharaan tradisi dalam Gereja bertujuan agar pewahyuan Allah dipertahankan dan diungkapkan dalam hidup jemaat. Dan oleh karena Gereja tidak terikat dengan masyarakat, budaya atau bangsa tertentu, maka penetapan tradisitradisi suci selalu menekankan prinsip universalitas (berlaku untuk segenap Gereja) berkesinambungan (dari para saksi/murid Kristus dan para penggantinya), didasari konsesus dalam upaya menjaga kesatuan Tubuh Kristus.
Tradisi Gereja merupakan pengalaman iman jemaat Kristiani, atas hidup Kristus, dan persatuannyadi dalam Roh Kudus yang telah diwariskan hingga kini. Pengalaman iman itu diungkapkan dalam tradisi yang resmi maupun tidak resmi. Tradisi yang resmi adalah Tradisi Gereja diungkapkan dalam Kitab Suci, dalam syahadat, dalam liturgi, dan dalam sakramen-sakramen Gereja, serta dalam rumusan doktrinal dari kuasa mengajar Gereja tertinggi.
Untuk menjaga Tradisi, Gereja perdana mengumpulkan dan menyusun tulisan-tulisan suci yang diakui sebagai iman para Rasul oleh semua Gereja ke dalam kanon Kitab Suci. Kanonisasi Kitab Suci itu menjadi sangat penting terutama untuk membedakan ajaran-ajaran yang salah dari ajaran-ajaran yang asli. Gereja perdana juga mengembangkan rumusan syahadat sebagai bentuk pengakuan iman yang normatif. Dengan cara itu, pewahyuan Allah dipertahankan dan diungkapkan dalam hidup jemaat.
Tradisi-tradisi Gereja yang dipertahankan oleh Gereja terutama tradisi yang tumbuh dan dilakukan dalam kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para rasul, yang disebut zaman Gereja Perdana. Tradisi itu dibangun di atas dasar para rasul dan nabi dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru (Efesus 2:20). Maka perumusan pengalaman iman Gereja Perdana, yang disebut Kitab Suci Perjanjian Baru yang ditulis dengan ilham Roh Kudus merupakan pusat dan sumber seluruh Tradisi. Sebab Kitab Suci Perjanjian Baru mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan, kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalamnya demi keselamatan kita.
Sesudah Gereja perdana, Tradisi mengolah dan memperdalam ungkapan iman yang terdapat dalam Kitab Suci: “sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan serta kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati, merenungkan serta mempelajarinya maupun karena mereka menyelami secara mendalami pengalaman-pengalaman rohani mereka” (DV art. 8). Lebih lanjut konsili menegaskan: jelaslah bahwa Tradisi Suci, Kitab Suci dan wewenang mengajar Gereja saling berhubungan dan berpadu (DV 10).
Tradisi Gereja mempunyai dasar dalam Kitab Suci, tetapi tidak terbatas pada Kitab Suci. Sebaliknya, Tradisi Gereja berusaha terus menghayati dan memahami kekayaan iman yang terungkap di dalam Kitab Suci. Kekayaan iman itu salah satunya yang kita sebut syahadat. Di dalam Kitab Suci, kita tidak menemukan syahadat, tetapi apa yang terungkap dalam syahadat jelas dilandaskan pada Kitab Suci. Selain dirumuskan dalam syahadat, tradisi Gereja juga dipelihara dan diungkapkan melalui berbagai bentuk rumusan doktrinal, baik berupa ensiklik. Rumusan doktrinal tersebut didasari oleh iman Gereja tentang kuasa mengajar (magisterium), yang diakui tidak mengandung kesesatan apapun.
Di dalam Gereja kita, juga dikenal Tradisi Gereja yang tidak resmi. Kita tahu, bahwa Tradisi Gereja itu merupakan pengalaman iman yang dinamis dan terus berkembang. Pengalaman iman itu diungkapkan pula dalam berbagai bentuk seni, dari musik, tulisan-tulisan, sastra kekristenan, baik secara populer dari ajaran para teolog, melalui spiritualitas dan tradisi-tradisi doa, serta devosi. Tradisi Gereja diungkapkan juga melalui ceritera-ceritera para kudus, dan hidup orang Kristiani dari masa ke masa.
Jadi sesungguhnya, kata “tidak resmi” dimaksudkan, bahwa kekayaan Tradisi Gereja kita ini begitu beragam dan sangat banyak. Kadang ada hal-hal yang belum bisa tertampung. Tetapi kita tahu, bahwa itu semua hidup dan berkembang. Tentu perkembangannya tidak jauh dari iman kepercayaan, dan apa yang telah dibangun Gereja dari masa ke masa.
Tradisi Gereja yang tidak resmi ini biasanya berkembang sesuai dengan budaya di mana jemaat atau umat itu tinggal. Maka, walaupun sudah diteruskan, sering ada perkembangan yang disesuaikan dengan hidup dan konteks hidup jemaat. Kita saat ini bisa melihat ada berbagai macam tradisi yang ada dalam Gereja Katolik. Misalnya saja, gua natal, ziarah dan devosi ke Gua Maria, dan lain sebagainya.
Kitab Suci bersama Tradisi Gereja ini merupakan tolok ukur iman Gereja, sebagaimana dikatakan oleh Konsili Vatikan II: “Kitab-Kitab itu (Kitab Suci) bersama dengan Tradisi suci selalu dipandang dan tetap dipandang ebagai norma imannya yang tertinggi” (DV art. 21). Itu berarti iman Gereja, baik iman Gereja secara keseluruhan (iman objektif) maupun iman dalam arti sikap masing-masing orang beriman (iman subjektif) diukur kebenarannya berdasarkan Kitab Suci maupun Tradisi Gereja.
Komentar
Posting Komentar