Panggilan Hidup Membiara
A.
Persepsi Kita
Aneh, tetapi nyata! Itulah
pendapat banyak orang tentang teman atau kerabatnya yang menentukan jalan
hidupnya sebagai biarawan atau biarawati. Tidak jarang kita mendengar cerita
tentang banyak orangtua yang menentang keras anaknya yang ingin menjadi pastor,
suster, atau bruder. Tetapi tidak sedikit orangtua yang mendorong atau
mendukung anaknya yang memilih jalan hidup membiara. Bagi mereka yang sudah
menjadi biarawan atau biarawati, ketika ditanya mengapa mau menjalani hidup seperti itu, mereka menjawab bahwa
itulah panggilan hidup. Menjadi seorang biarawan atau biarawati itu sebuah
pilihan hidup. Bagi mereka, hidup membiara itu merupakan jawaban atas panggilan
Tuhan untuk melayani dan menguduskan dunia.
Hidup membiara adalah salah
satu bentuk hidup selibat yang dijalani oleh mereka yang dipanggil untuk
mengikuti Kristus secara tuntas (total dan menyeluruh), dengan mengikuti
nasihat Injil. Hidup membiara adalah corak hidup, bukan fungsi gerejawi. Dengan
kata lain, hidup membiara adalah suatu corak atau cara hidup yang di dalamnya
orang hendak bersatu dan mengikuti Kristus secara tuntas, melalui kaul yang
mewajibkannya untuk hidup menurut tiga nasihat injil, yakni
keperawanan,kemiskinan, dan ketaatan (bdk. LG 44). Dengan mengucapkan kaul
keperawanan,orang membaktikan diri secara total dan menyeluruh kepada Kristus.
Dengan mengucapkan kaul kemiskinan, orang berjanji akan hidup secara sederhana
dan rela menyumbangkan apa saja demi kerasulan. Dan dengan mengucapkan kaul ketaatan,
orang berjanji akan patuh kepada pimpinannya dan rela membaktikan diri kepada
hidup dan kerasulan bersama. Kaul-kaul tersebut bukan inti hidup membiara. Inti
hidup membiara adalah persatuan
erat dengan Kristus melalui penyerahan diri secara total dan menyeluruh
kepada-Nya. Hal itu diusahakan untuk dijalani melalui ketiga kaul yang
disebutkan di atas. Bentuk hidup selibat lainnya adalah hidup tidak menikah,
yang dijalani oleh kaum awam, demi Kerajaan Surga. Mereka memilih tidak menikah
bukan karena menilai hidup berkeluarga itu jelek atau bernilai rendah,melainkan
demi Kerajaan Surga (bdk. Mat 19: 12). Dalam hidup tidak menikah mereka
menemukan dan menghayati suatu nilai yang luhur, yakni melalui doa dan karya
memberikan cintanya kepada semua orang sebagai ungkapan kasih mereka kepada
Allah.
Harapan bersama agar melalui
pembelajaran anak-anakku mampu memahami bahwa hidup membiara dan hidup selibat
lainnya adalah panggilan dari Tuhan, merupakan rahmat, pemberian cuma-cuma dari
Tuhan bagi orang-orang yang dipilih-Nya. Meskipun merupakan rahmat, kita bisa
memohon hidup semacam itu kepada Tuhan. Oleh karenanya, siswa, yang sudah mulai
memikirkan pilihan cara hidupnya kelak, perlu diajak untuk bertanya kepada
dirinya sendiri apakah Tuhan memanggilnya untuk menjalani hidup membiara atau
hidup selibat lainnya.
B.
Makna dan arti hidup religius
Dengan kaul-kaul atau ikatan suci lainnya
yang dengan caranya yang khasmenyerupai kaul, orang beriman kristiani
mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil tersebut. Ia mengabdikan
diri seutuhnya kepada Allah yangdicintainya mengatasi segala sesuatu. Dengan
demikian ia terikat untuk
mengabdiAllah serta meluhurkan-Nya
karena alasan yang baru dan istimewa. Karena baptis iatelah mati bagi dosa dan
dikuduskan kepada Allah. Tetapi supaya dapatmemperoleh buah-buah rahmat babtis
yang lebih melimpah, ia menghendaki untukdengan mengikrarkan nasehat-nasehat
Injil dalam Gereja dibebaskan dari rintangan-rintangan,yang mungkin
menjauhkannya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada
Allah, dan secara lebih erat ia disucikan untuk mengabdi Allah. Adapun
pentakbisan akan makin sempurna, apabila dengan ikatan yang lebih kuat dan
tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan
bersatu dengan Gereja mempelai-Nya.
Nasehat-nasehat Injil, secara istimewa menghubungkan
mereka itu dengan Gereja dan misterinya. Maka dari itu hidup rohani mereka juga
harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Dari situ muncullah
tugas, untuk-sekadar tenaga dan menurut bentuk khas panggilannya-entah dengan
doa atau dengan karya-kegiatan, berjerih-payah guna mengakarkan dan
mengungkapkan Kerajaan Kristus di hati orang-orang, dan untuk memperluasnya ke
segala penjuru dunia. Oleh karena itu Gereja melindungi dan memajukan corak
khas pelbagai tarekat religius. Maka pengikraran nasehat-nasehat Injil
merupakan tanda, yang dapat dan harus menarik secara efektif semua anggota
Gereja, untuk menunaikan tugas-tugas panggilan kristiani dengan tekun. Sebab
umat Allah tidak mempunyai kediaman tetap disini, melainkan mencari kediaman
yang akan datang. Maka status religius, yang lebih membebaskan para anggotanya dari
keprihatinan-keprihatinan duniawi, juga lebih jelas memperlihatkan kepada semua
orang beriman harta sorgawi yang sudah hadir di dunia ini, memberi kesaksian
akan hidup baru dan kekal yang diperoleh berkat penebusan Kristus, dan
mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan sorgawi. Corak
hidup, yang dikenakan oleh Putera Allah ketika Ia memasuki dunia ini untuk
melaksanakan kehendak Bapa, dan yang dikemukakan-Nya kepada para murid yang
mengikuti-Nya, yang diteladan dan lebih dekat oleh status religius, dan
senantiasa dihadirkan dalam Gereja. Akhirnya status itu juga secara istimewa
menampilkan keunggulan Kerajaan Allah melampaui segalanya yang serba duniawi,
dan menampakkan betapa pentingnya Kerajaan itu.
Selain itu juga memperlihatkan kepada
semua orang keagungan maha besar kekuatan Kristus yang meraja dan daya Roh
Kudus yang tak terbatas, yang berkaryasecara mengagumkan dalam Gereja. Jadi
meskipun status yang terwujudkan dengan pengikraran nasehat-nasehat Injil itu
tidak termasuk susunan hirarkis Gereja, namun tidak dapat diceraikan dari
kehidupan dan kesucian Gereja. (LG 44).
Pendalaman :
Ø
Apa arti kaul?
Ø
Apa arti kaul kemiskinan?
Ø
Apa arti kaul ketaatan?
Ø
Apa arti kaul keperawanan?
Ø
Apakah kaul-kaul, khususnya kaul
keperawanan, hanya dapat dihayati
dalam hidup membiara?
C. Mendalami Panggilan Hidup Membiara
1. Arti dan Makna Hidup Membiara
Hidup
membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada
di hadirat Allah. Agar hadirat Allah bisa diungkapkan secara padat dan
menyeluruh, orang melepaskan diri dari segala urusan membentuk hidup
berkeluarga. Hal ini dilakukan mengingat, berdasarkan pengalaman, kesibukan
hidup berkeluarga sangat membatasi kemungkinan untuk mengungkapkan hadirat
Allah secara menyeluruh dan padat.
Dilihat
dari hidup manusia keseluruhan, ternyata hidup membiara mempunyai nilai dan
kepentingannya. Melalui hidup membiara, umat manusia semakin menemukan dimensi
rohani dalam hidupnya. Dari pengalaman hidup yang praktis, orang menyadari
bahwa dalam keterbatasan hidup mereka hadirat Allah tidak dapat dinyatakan
dengan bobot yang sama. Untuk kepentingan itu tampaklah betapa pentingnya hidup
membiara bagi hidup manusia itu.
Hidup
membiara menuntut suatu penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh. Cara
hidup ini merupakan suatu kemungkinan bagi manusia untuk mengembangkan diri dan
pribadinya. Hidup membiara mempunyai amanatnya sendiri, yaitu menunjukkan
dimensi hadirat Allah dalam hidup manusia. Karenanya, hidup membiara juga
disebut panggilan.
2. Inti Hidup Membiara
Inti
kehidupan membiara, yang juga dituntut dari setiap orang Kristen, ialah persatuan
atau keakraban dengan Kristus. Tugas ataupun karier adalah soal tambahan. Tanpa
keakraban ini maka kehidupan membiara sebenarnya tak memiliki suatu dasar.
Seorang biarawan hendaknya selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola
nasib hidup Yesus Kristus secara radikal bagi dirinya. Oleh karena itu,
semboyan klasik hidup membiara ialah ”Mengikuti
jejak
Tuhan kita Yesus Kristus”, atau ”Meniru Kristus” (Lumen Gentium, Art. 42). Ungkapan ini tidak boleh ditafsirkan
secara lahiriah saja. Mereka yang mengikuti Kristus berarti ”meneladan bentuk
kehidupan-Nya” (Lumen Gentium, Art. 44).
Akan tetapi, meneladani harus diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka
sungguh bersatu dan menyerupai Kristus.
Untuk
dapat menyerupai dan menyatu dengan Kristus, orang harus sering berkomunikasi
atau bertemu dengan Yesus Kristus. Pertemuan atau komunikasi yang efektif dan
yang paling sering dilakukan ialah doa Seorang biarawan yang baik harus sering
”tenggelam dalam doa” sebab doa merupakan suatu daya atau kekuatan untuk dapat
meneladani dan bersatu dengan Kristus. Di dalam doa orang selalu bisa
berbicara, mendengar, dan mengarahkan diri kepada Kristus.
Persatuan
erat dengan Kristus itulah inti dan tujuan hidup membiara. Tanpa persatuan
dengan Kristus, hidup membiara akan rapuh karena tidak memiliki dasar. Seorang
biarawan perlu mengusahakan persatuan yang erat dengan Kristus dan menerima
pola hidup Kristus secara radikal (sampai ke akar-akarnya) bagi dirinya
sendiri. Inti hidup membiara didasarkan pada
cinta
Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia, Allah mengutus Putra- Nya ke
dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya keselamatan-Nya
bagi manusia. Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna dan radikal
dengan menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan
harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan karya-Nya, dan taat
kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib. Pola hidup semacam itulah yang
hendaknya dihayati oleh seorang biarawan dalam hidupnya, sebagai tanda
persatuannya dengan Kristus.
3. Kaul-Kaul dalam Hidup Membiara
a)
Kaul
Kemiskinan
Memiliki
harta benda adalah hak setiap orang. Dengan mengucapkan dan menghayati kaul
kemiskinan, orang yang hidup membiara melepaskan hak untuk memiliki harta benda
tersebut. Ia hendak menjadi seperti Kristus: dengan sukarela melepaskan haknya
untuk memiliki harta benda.
Untuk
dapat menghayati kaul kemiskinan dengan baik, diperlukan sikap batin rela
menjadi miskin seperti yang dituntut oleh Yesus dari murid-murid-Nya (Luk 10:
1-12; lihat juga Mat 10: 5-15). Sikap batin ini perlu diungkapkan dalam bentuk
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan pengungkapan atau
perwujudan kaul kemiskinan, ada dua aspek yang bisa ditemukan, yaitu aspek
asketis (gaya hidup yang sederhana) dan aspek apostolis. Orang yang mengucapkan
kaul kemiskinan rela menyumbangkan bukan hanya harta bendanya demi kerasulan,
melainkan juga tenaga, waktu, keahlian, dan keterampilan; bahkan segala
kemampuan dan seluruh kehidupan
b)
Kaul
Ketaatan
Kemerdekaan
atau kebebasan adalah milik manusia yang sangat berharga. Segala usaha akan
dilakukan orang untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaannya. Dengan
kaul ketaatan, orang memutuskan untuk taat seperti Kristus (Yoh 14: 23-24; Flp
2: 7-8), melepaskan kemerdekaannya, dan taat kepada pembesar (meletakkan kehendaknya
di bawah kehendak pembesar) demi Kerajaan Allah.
Ketaatan
religius adalah ketaatan yang diarahkan kepada kehendak Allah. Ketaatan kepada
pembesar merupakan konkretisasi ketaatan kepada Allah. Maka itu, baik pembesar
maupun anggota biasa perlu bersama-sama mencari dan berorientasi kepada
kehendak Allah.
Dalam
kaul ketaatan pun dapat dibedakan aspek asketis dan aspek apostolis. Dari aspek
asketis, ketaatan religius dimengerti sebagai kepatuhan kepada pembesar,
terutama guru rohani. Sementara, dari aspek apostolis ketaatan religius berarti
kerelaan untuk membaktikan diri kepada hidup dan terutama kerasulan bersama.
c) Kaul Keprawanan
Hidup berkeluarga adalah hak setiap
orang. Dengan mengucapkan dan menghayati kaul keperawanan, orang yang hidup
membiara melepaskan haknya untuk hidup berkeluarga demi Kerajaan Allah. Melalui
hidup selibat ia mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti dan meneladani Kristus
sepenuhnya serta membaktikan diri secara total demi terlaksananya Kerajaan
Allah. Dengan kaul keperawanan, sikap penyerahan diri seorang Kristen
dinyatakan dalam seluruh hidup dan setiap segi. Inti kaul keperawanan bukanlah
”tidak kawin”, melainkan penyerahan secara menyeluruh kepada Kristus, yang
dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan terus-menerus berusaha
mengarahkan diri kepada Kristus terutama melalui hidup doa.
Secara singkat, ketiga kaul itu dapat
dikatakan sebagai suatu sikap radikal untuk mencintai Bapa (keperawanan),
pasrah kepada kehendak Bapa (ketaatan), serta bergantung dan berharap hanya
kepada Bapa (kemiskinan).
Sangat membantu
BalasHapusterima kasih
BalasHapusSangat membantu wawasan ku ,selama ini saya berusaha mencari namun saya blm dapat hasil yang memuaskan,namun aku baca ini sangat membatu.
BalasHapusApakah kehidupan membiara masih dibutuhkan oleh gereja dan dunia pada saat ini
BalasHapus