Menakar Kualitas Penyembahan Gereja Katolik Terhadap Yesus
Kaum protestantisme kerap mengaku bahwa hanya mereka yang "menyembah Tuhan Yesus". Pernyataan ini sering diulang dalam video di beberapa platform media sosial seperti Tiktok.
Mereka seolah-olah hendak membuat diri berbeda dari umat Katolik atau menegaskan bahwa hanya mereka yang benar-benar beribadah kepadaNya. Dibalik pernyataan ini terdapat asumsi yang perlu dikaji secara kritis, "Apakah sekadar menyebut nama Yesus sudah cukup untuk dikatakan sebagai penyembahan sejati, Apakah pengakuan verbal saja sudah memenuhi makna penyembahan sebagaimana yang diinginkan oleh Tuhan sendiri"? Dan jika benar bahwa Protestan menyembah Yesus, mengapa mereka menolak bentuk ibadah yang telah diwariskan oleh para rasul dan dijaga oleh Gereja Katolik selama dua millenium?
Sejak zaman Perjanjian Lama, penyembahan kepada Allah tidak hanya berupa pernyataan lisan lisan atau pengakuan batin semata, melainkan selalu diwujudkan dalam ritus yang nyata dan konkret. Allah sendiri menetapkan tata cara ibadah bagi umat Israel, menetapkan iman-imam Lewi, kurban persembahan, dan ritus-ritus dalam kemah suci dan kemudian di Bait Allah.
Ketika Yesus datang ke dunia, Ia tidak menghapus pola dasar penyembahan ini, tetapi menyempurnakannya dalan diriNya sendiri, sebagai anak domba Allah yang dikurbankan untuk keselamatan dunia "Sebab anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45)
Jika demikian, penyembahan yang benar tidak bisa direduksi hanya menjadi seruan atau nyanyian pujian, ia harus berakar pada tata cara ibadah yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri. Ketika Yesus menetapkan Ekaristi pada malam perjamuan terakhir di Kamis putih, sebelum korban salibNya pada Jumat Agung, Ia tidak hanya meminta para murid untuk mengingatnya secara "simbolis" tetapi memerintahkan mereka untuk melaksanakan tindakan konkret, yang akan terus diwariskan dari generasi ke generasi. "Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku" (Luk 22 : 19)
Gereja perdana memahami ini bukan sebagai sekadar kenangan intelektual tetapi sebagai "perintah liturgis" yang harus dihayati dalam perayaan sakramental. Paulus menegaskan hal ini kepada Jemaat Korintus: "Bukankah cawan pengucapan syukur yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?" (1 Kor 10 : 16)
Jika Protestan mengklaim bahwa mereka menyembah Tuhan Yesus tetapi menolak Ekaristi sebagai pusat ibadah, bagaimana penyembahan mereka dapat dikatakan utuh? Jika mereka menolak kurban suci yang telah diteguhkan oleh Kristus sendiri bukankah mereka justru "mengosongkan makna penyembahan?" Sebab setiap Imam ditetapkan untuk mempersembahkan persembahan dan korban karena itu perlu juga Ia mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan (Ibrani 8 : 3)
Gereja Katolik memahami bahwa Misa Kudus bukan sekadar perayaan manusia, tetapi peristiwa Ilahi di mana kurban Kristus yang satu dan sama dihadirkan kembali secara Sakramental bagi dunia. Lebih dari itu, Gereja selalu membedakan antara penyembahan sejati atau Latria yang hanya boleh diberikan kepada Allah dan penghormatan atau Dulia kepada para Kudus serta penghormatan tertinggi Hyperdulia kepada Maria sebagai Bunda Allah.
Protestan sering salah memahami hal ini dan menuduh bahwa Katolik tidak menyembah Tuhan Yesus, karena adanya penghormatan kepada Maria dan para Kudus. Namun, Apakah penghormatan kepada mereka berarti penyembahan? Tidak lebih dari seorang anak yang menghormati ibunya atau seorang murid yang menghormati gurunya. Jika Maria sendiri berkata: "Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia" (Lukas 1 : 48). Maka penghormatan kepada Bunda Maria bukanlah pengalihan penyembahan dari Allah, tetapi justru bentuk penghormatan kepada rencana keselamatanNya.
Penyembahan yang sejati kepada Tuhan Yesus bukan hanya soal pengakuan lisan atau doa-doa pribadi, tetapi juga harus mencakup ketaatan pada tata cara ibadah yang telah ditetapkan olehNya sendiri. Sebagaimana umat Israel tidak bisa mengklaim diri menyembah Allah, tetapi mengabaikan perintahNya dalam hukum Taurat,.demikian pula "orang-orang yang mengaku menyembah Yesus" tetapi menolak Ekaristi, menolak gerejaNya,dan, menolak Tradisi yang diwariskan para rasul sebenarnya, sedang mengosongkan makna penyembahan itu sendiri.
Setelah menerima Yesus dalam Ekaristi, umat Katolik tidak hanya diam dalam kesalehan pribadi, tetapi diutus untuk membawa Kristus ke tengah dunia. Setiap Misa berakhir dengan berkat pengutusan: "Pergilah kamu diutus!". Penyembahan sejati tidak berhenti dalam Liturgi, tetapi harus diwujudkan dalam hidup yang bersaksi tentang kasih Kristus di tengah dunia. Sebab sebagaimana dikatakan oleh Yakobus: "Iman tanpa perbuatan adalah mati" (Yakobus 2 : 26). Maka, jika ada yang bertanya, Apakah Katolik menyembah Tuhan Yesus? Jawabannya bukan hanya "ya", tetapi Katolik " Menyembah Yesus dengan cara yang paling penuh." Karena hanya di dalam gerejanya terdapat kepenuhan Iman, sakramen, dan ibadah yang benar sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan sendiri.Tanpa Ekaristi, anda hanya menjadi penyembah-penyembah "palsu" dalam kekristenan, sebab penyembahan anda bukan berakar pada Alkitab dan Tradisi Suci tetapi berakar pada kreativitas dan inovasi pribadi yang egosentris dan bukan Kristosentris apalagi Teosentris.
Salve
Sumber VT : P. Marsel, SMM
Transkriptor : John Lobo
Komentar
Posting Komentar