Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan
A. Persepsi Kita
Ada
pelbagai tantangan yang dihadapi keluarga-keluarga pada zaman ini. Tantangan
tersebut datang baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar
lingkungan keluarga. Tantangan paling dirasakan dalam keluarga-keluarga saat
ini adalah komunikasi. Menurut para pemerhati keluarga, tampaknya kini makin
berkurangnya komunikasi antaranggota keluarga; antara suami–isteri dan
anak-anak yang karena kesibukan kerja atau karena terpisah oleh tempat yang
jauh telah melebarkan kelangkaan kesempatan bertemu antaranggota keluarga. Di
samping kebutuhan ekonomi yang menghimpit, kurangnya kesediaan berkorban,
mudahnya muncul perasaan cemburu sebagai akibat dari kurangnya penghayatan akan
sakramen perkawinan dan minimnya kemampuan orangtua dalam mengembangkan iman
anak telah menyeret keluarga keluar dari misi utamanya yaitu semakin menghayati
kasih Tuhan dan mengembangkannya. Selain masalah komunikasi dan ekonomi dalam keluarga,
persoalan kawin campur yang kini menjadi suatu fenomena masyarakat karena kita
hidup di tengah masyarakat yang pluralistik, juga persoalan keluarga berencana
dengan menggunakan alat kontrasepsi yang tidak dikehendaki Gereja, dapat
memperparah kondisi ini.
Gereja
Katolik memberikan perhatian yang sangat serius pada kehidupan keluarga, karena
keluarga adalah sel dari Gereja dan masyarakat. Maka keluarga yang sejahtera
adalah harapan sekaligus perjuangan Gereja. Paus Yohanes Paulus II dalam Surat
Apostoliknya “Familiaris
Consortio”
melihat keluarga sejahtera dalam kesetiaan pada rencana Allah sebagai sebuah
perkawinan. Ditegaskan pula bahwa pribadi manusia sebagai citra Allah
diciptakan untuk mencintai. Keluarga, menurut Paus, adalah suatu komunitas
pribadi-pribadi yang membentuk masyarakat dan Gereja.
Marilah
memahami berbagai tantangan dalam hidup berkeluarga pada jaman ini dan
bagaimana berupaya secara terpadu dan berkesinambungan untuk mengatasi dan
mengangkat keluarga pada posisi ideal atau keluarga yang dicita-citakan.
B. Tantangan yang dihadapi Keluarga saat ini
“Sebuah
konferensi tentang keluarga yang disponsori oleh Vatikan berakhir pada Jumat di
Manila dengan seruan bagi umat Katolik Asia untuk melawan aborsi, kontrasepsi
dan pernikahan sesama jenis sebagai “ancaman terhadap eksistensi keluarga”.
Dokumen
empat halaman itu, yang dikeluarkan oleh 551 peserta dari 14 negara Asia,
termasuk 28 uskup, mengklaim bahwa advokasi untuk pernikahan sesama jenis
“mencoba untuk mengurangi pernikahan antara orang-orang sesama jenis”.
“Aborsi
membunuh kehidupan yang akan mengancam eksistensi keluarga,” tulis dokumen itu,
seraya menambahkan bahwa kontrasepsi dan sterilisasi mengancam “tujuan
prokreasi perkawinan dan keluarga”.
Dokumen
ini dirilis pada akhir pertemuan empat hari, yang diselenggarakan oleh Dewan
Kepausan untuk Keluarga dan Konferensi Waligereja Filipina, untuk membahas
“Piagam Hak-hak Keluarga yang dikeluarkan Vatikan 30 tahun lalu.”
Konferensi
ini diadakan di Filipina setelah pertempuran panjang antara Gereja dan
pemerintah terkait Undang-Undang Kesehatan Reproduksi yang membuka jalan bagi
pendanaan kontrasepsi dan pendidikan seks di negara ini.
Dokumen
konferensi itu mengecam pemerintah dan lembaga sosial lainnya yang membuat
kebijakan “yang bertentangan dengan kehidupan dan keluarga melalui langkah-langkah
koersif yang bertentangan dengan hak-hak individu, pasangan dan keluarga untuk
berkembang sesuai dengan hukum alam dan hukum Gereja.”
“Pemerintah
yang mempromosikan kontrasepsi, aborsi, sterilisasi, keluarga berencana buatan,
perceraian, pernikahan sesama jenis dan euthanasia, menghancurkan keluarga
bahwa mereka berkewajiban untuk melindungi dan mendorong,” kata dokumen
tersebut.
Dokumen
tersebut menegaskan bahwa keluarga “didasarkan pada pernikahan … di antara
seorang pria dan seorang wanita” dan merupakan “lembaga alami yang misinya
meneruskan kehidupan.
“Kami
mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan serius ‘Piagam Hak-hak Keluarga’ ini
dalam perumusan kebijakan yang mempengaruhi keluarga,” tulis dokumen itu.
Uskup
Jean Laffitte, sekretaris Dewan Kepausan untuk Keluarga Vatikan, mengatakan
meskipun berbagai upaya dilakukan oleh pemimpin Gereja, namun ”hak untuk
meneruskan kehidupan tidak selalu dihormati” di sejumlah negara Asia.
Sumber: UCA News
http://indonesia.ucanews.com/2014/05/19/umat-katolik-asia-didesak-melawan-ancaman-terhadapeksistensi-
keluarga/
C.
Ajaran Gereja tentang Keluarga yang dicita-citakan
Gereja menganjurkan pengaturan kelahiran yang
alamiah, jika pasangan suami istri memiliki alasan yang kuat untuk membatasi
kelahiran anak. Pengaturan keluarga berencana (KB) secara alamiah ini dilakukan
antara lain dengan cara pantang berkala, yaitu tidak melakukan hubungan suami
istri pada masa subur istri. Hal ini sesuai dengan pengajaran Alkitab, yaitu
“Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk
sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa” (1Kor 7:5).
Dengan demikian suami istri dapat hidup didalam kekudusan dan menjaga
kehormatan perkawinan dan tidak mencemarkan tempat tidur (lih. Ibr 13:4).
Dengan
menerapkan KB Alamiah, pasangan diharapkan untuk dapat lebih saling mengasihi
dan memperhatikan. Pantang berkala pada masa subur istri dapat diisi dengan
mewujudkan kasih dengan cara yang lebih sederhana dan bervariasi. Suami menjadi
lebih mengenal istri dan peduli akan kesehatan istri. Latihan penguasaan diri
ini dapat pula menghasilkan kebajikan lain seperti kesabaran, kesederhanaan,
kelemah-lembutan, kebijaksanaan, dll yang semuanya baik untuk kekudusan suami
istri. Istripun dapat merasa ia dikasihi dengan tulus, dan bukannya hanya
dikasihi untuk maksud tertentu. Teladan kebajikan suami istri ini nantinya akan
terpatri di dalam diri anak-anak, sehingga merekapun bertumbuh menjadi pribadi
yang beriman dan berkembang dalam berbagai kebajikan.
Perkawinan
Katolik mengandung makna yang sangat indah dan dalam, karena melaluinya Tuhan
mengikutsertakan manusia untuk mengalami misteri kasih-Nya dan turut mewujudkan
karyaNya dalam penciptaan kehidupan baru; yaitu janin yang memiliki jiwa yang
kekal. Perkawinan merupakan sakramen, karena menjadi gambaran persatuan Kristus
dan Gereja-Nya.
Hanya dengan menyadari kedalaman arti Perkawinan ini, yaitu untuk maksud
persatuan (union) suami istri dengan pemberian
diri mereka secara total, dan turut sertanya mereka dalam karya penciptaan
Tuhan (pro-creation), kita lebih dapat memahami
pengajaran Gereja Katolik yang menolak aborsi, kontrasepsi dan sterilisasi.
Karena semua praktek tersebut merupakan pelanggaran terhadap kehendak Tuhan dan
martabat manusia, baik pasangan suami istri maupun janin keturunan mereka.
Aborsi danpenggunaan alat-alat kontrasepsi merendahkan nilai luhur seksualitas
manusia, dengan melihat wanita dan janin sebagai hanya seolah-olah ‘tubuh’
tanpa jiwa. Penggunaaan alat kontrasepsi menghalangi union suami istri secara penuh dan peranan
mereka dalam pro-creation, sehingga kesucian persatuan
perkawinan menjadi taruhannya. Betapa besar perbedaan cara pandang yang seperti
ini dengan rencana awal Tuhan, yang menciptakan manusia menurut gambaran-Nya: manusia
pria dan wanita sebagai mahluk
spiritual yang mampu memberikan diri secara total, satu dengan lainnya, yang dapat mengambil bagian dalam karya
penciptaan dan pengaturan dunia.
(Ingrid Listiati/ http://katolisitas.org/313/humanae-vitae-itu-benar)
Pertanyaan :
1.
Jelaskan pengertian dari Keluarga Berencana !
2.
Jelaskan pengertian dari Keluarga Berencana Alamiah
3.
Sebutkan tujuan dari Keluarga Berencan Alamiah
4.
Sebutkan ajaran Gereja tentang KB Alamiah!
D.
Peneguhan
Untuk
hidup dan bertumbuh dengan baik, suatu lembaga, apa pun namanya, membutuhkan
perencanaan. Tanpa perencanaan lembaga itu akan hancur berantakan. Demikian
pula dengan keluarga sebagai suatu lembaga. Maka itu, kita berbicara tentang
KB.
Pelaksanaan
KB sungguh-sungguh suatu tuntutan moral masa kini yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh semua pihak yang bertanggung jawab, baik dalam bidang
kependudukan secara luas, maupun dalam inti sel masyarakat, yaitu keluarga.
Hanya dengan menjalankan KB, khususnya pengaturan kelahiran sesuai dengan
aspirasi setiap manusia, akan tercipta suatu hidup yang makmur dan bahagia.
Namun,
KB tidak lepas dari masalah moral. Dalam melaksanakan KB kita hendaknya
berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral kita, yaitu moral Katolik
1.
Pandangan
Gereja Mengenai KB
Gereja merasa mempunyai tanggung jawab untuk mendukung dan melaksanakan
KB pada masa ini. Secara khusus, Gereja Indonesia melalui uskup-uskupnya
menegaskan: ”Bukan hanya pemerintah yang bertugas menyelesaikan persoalan ini.
Gereja merasa terlibat juga dan ikut bertanggung jawab untuk mengusahakan
pemecahan .…”
2.
Alasan-alasan mengapa KB sangat penting
Alasan pertama mengapa KB harus dipromosikan ialah kesejahteraan keluarga
sebagai sel yang paling kecil dari masyarakat. Dengan KB, ”mutu kehidupan”
dapat ditingkatkan.
a.
Dengan KB kesehatan ibu bisa agak dijamin. Kesehatan
di sini dipahami secara fisik maupun psikis. Setiap persalinan dan kehamilan memerlukan
tenaga ibu. Kehamilan dan persalinan yang terus-menerus dapat menguras daya
jasmani rohani ibu, khususnya jika gizi ibu kurang diperhatikan.
b.
Dengan KB relasi suami-istri bisa semakin kaya.
Kalau kehamilan dan kelahiran terjadi secara terus-menerus, tugas utama
suami-istri seolaholah hanya terpaut pada urusan pengadaan dan pendidikan anak.
Waktu untuk membangun keintiman dan kasih sayang di antara keduanya menjadi
sangat terbatas.
c.
Dengan KB taraf hidup yang lebih pantas dapat
dibangun. Semakin banyak anak berarti semakin banyak mulut dan kepala yang
memerlukan makanan, pakaian, rekreasi, perawatan kesehatan, dan sebagainya. Pengeluaran
yang begitu banyak, apalagi kalau sering terjadi secara tak terduga, tentu saja
akan mempersulit pengaturan kesejahteraan keluarga.
d.
Dengan KB pendidikan anak dapat lebih dijamin. Semua
orang tua yang mencintai anak-anaknya pasti ingin memberikan pendidikan yang
sesuai dengan masa modern ini supaya nasib anak-anaknya lebih baik daripada
nasib mereka sendiri. Akan tetapi, seringkali untuk menyekolahkan anak-anak
kita harus mempertaruhkan segala-galanya, apalagi kalau memiliki banyak anak.
e.
Dengan KB tidak hanya menjamin kesejahteraan
keluarga, tetapi juga kesejahteraan masyarakat dan umat manusia. Menurut
pendapat para ahli, pelaksanaan KB merupakan salah satu sarana yang penting untuk
mengantar suatu bangsa dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakadilan.
Kemajuan di berbagai bidang akan sia-sia kalau ledakan penduduk tidak dihambat.
Ledakan penduduk membawa banyak problem: problem lapangan kerja, papan,
sandang, pangan, kesehatan, dan sebagainya.
3.
Tanggungjawab dalam KB
Ada beberapa kelompok orang yang dianggap sangat bertanggung jawab dalam
hal KB ini.
a.
Para Pasutri (Pasangan Suami-Istri)
Yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam hal KB adalah pasangan
suami-istri sendiri, yang memiliki potensi vital untuk mengadakan anak.
b.
Pemerintah
Pemerintah jelas mempunyai hak dan kewajiban sekitar masalah kependudukan
di negaranya, dalam batas wewenangnya.
c.
Pimpinan agama
Pimpinan semua agama sebagai instansi yang berkepentingan menanamkan
nilai-nilai luhur dan ilahi juga bertanggung jawab untuk menyuluh, membimbing,
dan mendampingi para penganut agamanya, khususnya pasutri, dalam pelaksanaan KB
yang wajar.
4.
Penilaian moral tentang metode pada umumnya
Walaupun ajaran Gereja pada umumnya hanya mengakui metode KB alamiah,
namun Gereja Indonesia melalui uskup-uskupnya mengatakan bahwa dalam keadaan
terjepit para suami-istri dapat menggunakan metode lain, asalkan memenuhi
persyaratan sebagai berikut
a.
Tidak merendahkan martabat istri atau suami.
Misalnya, suami-istri tidak boleh dipaksa untuk menggunakan salah satu metode.
b.
Tidak berlawanan dengan hidup manusia. Jadi,
metode-metode yang bersifat abortif jelas ditolak.
c.
Dapat dipertanggungjawabkan secara medis, tidak
membawa efek samping yang menyebabkan kesehatan atau nyawa ibu berada dalam bahaya.
5.
Penilaian moral untuk masing-masing metode
a.
Gereja sangat menganjurkan metode KB alamiah
seperti:
1)
Metode kalender
2)
Metode pengukuran suhu basal (metode temperatur);
3)
metode ovulasi Billings; dan
4)
metode simptotermal (gabungan).
b.
Metode yang dilarang Gereja karena bersifat abortif,
antara lain:
1)
abortus provocatus: pengguguran dengan sengaja;
2)
spiral; dan
3)
pil mini.
mana peluangnya
BalasHapusMana peluangnya?
BalasHapusMana Peluangnya?
BalasHapus