Menghinaku Hanya Meninggikan Salib Yesusku

Sempurna! Sepenggal ungkapan sederhana dan singkat ini menjadi ungkapan perasaan dan imanku sebagai seorang Kristen Katolik. Tidak menjadi sebuah kesombongan namun menjadi sebuah kekuatan iman bagi ziarah hidupku sebagai seorang Kristen Katolik didalam menghadapi setiap ujaran kebencian dan fitnah dari sekelompok orang yang menjadi “polisi” agama termasuk yang mengaku pengikut Kristus namun memamerkan kesombongan rohani mereka.

Hinaan memang menyakitkan namun bukan menjadi yang paling terhina. Hinaan memang melukai namun luka di tangan, kaki dan lambung Yesus di atas kayu salib lebih berharga dari selaksa baris kata-kata hujatan yang dilontarkan hanya untuk sebuah pengakuan dan tebar pesona. Dari salib Yesusku, saya akhirnya memahami bahwa setiap hinaan dan hujatan serta fitnah hanyalah ungkapan rasa sakit hati dari mereka yang tidak memahami kemesiasan Yesus.

Mereka sama persis dengan orang Yahudi, para ahli Taurat dan orang Farisi yang salah kaprah dengan kemesiasan Kristus, yang menyangka Yesus datang lengkap dengan tentara, polisi dan senjata untuk menyelamatkan mereka dari penindasan dan penjajahan. Mereka memahami Yesus sebagai mesias secara politis (bdk. 9:30; Yoh 6:14-15). Bahkan para muridpun merasa sedih ketika mendengar pewartaan Yesus tentang kemesiasan-Nya yang harus menderita, diserahkan kepada tangan manusia, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan dihukum mati. (Bdk. Mat 17:22-23; Mat 16:23).

Dari salib Yesusku, saya menjadi lebih memahami makna dari kemesiasan Yesus. Jika hanya sebuah salib kosong, saya sayapun menjadi kabur dan gagal dalam memahami dan memaknai kemesiasan-Nya. Tetapi karena ada sosok Yesus yang terpahat di kayu salib, saya akhirnya bisa memaknai hinaan yang diterima oleh Yesus sebagaimana hinaan dan fitnah yang saya terima sebagai pengikut-Nya dalam Gereja Katolik bahwa setiap hinaan adalah salib tempat dimana Yesusku mengalami kemuliaan.

Jika hanya sebuah salib kosong maka pernyataan orang Yahudi bahwa salib adalah sebuah batu sandungan dan bagi orang Yunani adalah kebodohan bisa dibenarkan. Namun karena Yesusku tergantung dan tersalib disana maka pernyataan baik orang Yahudi maupun Yunani terpatahkan karena Salib justru mengungkapkan kekuatan dan hikmat Allah dalam diri Yesusku (1 Kor 1: 18-30).

Bahwa kemudian ada tanggapan ataupun kritikan yang saya berikan bukanlah sebuah bentuk balas dendam melainkan membawa terang kepada mereka yang menghina, membenci dan memfitnah Gereja Katolik, bahwa apapun bentuk hinaan yang ditunjukan kepada Gereja Katolik, pada akhirnya terpatahkan oleh Salib Yesusku.

Yesusku yang tersalib sebagaimana yang diimani oleh Gereja Katolik dan itu nyata dalam setiap salib Gereja yang ada corpusnya hendak menegaskan bahwa hinaan yang kami terima justru menjadi sebuah kemuliaan karena yang mereka anggap bodoh, menyembah berhala dan lemah justru dipakai Allah untuk mempermalukan mereka. Dan itulah makna terdalam dari salib Yesusku. (Bdk. 1 Kor 1:27-30).

Sempurna! Karena pada akhirnya setiap hinaan dan fitnah yang mereka berikan untuk Gerejaku, pada akhirnya menjadi sebuah kemuliaan sekaligus meninggikan salib Yesusku. Ketika mereka menghina Gerejaku, mereka juga menghina Yesusku yang tersalib. Namun semua hinaan itu adalah jalan untuk semakin mengimani dan memuliakan salib Yesusku.

Saya akhirnya sampai pada sebuah kesadaran bahwa kemuliaan itu tidak lahir dari klaim-klaim kebenaran dengan menghina dan memfitnah orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh mereka yang merasa diri sebagai yang paling benar sebagai pengikut Kristus, melainkan dari kerendahan hati. Dari dalam kerendahan hati itulah Allah menunjukan kuasa, kekuatan dan hikmat-Nya.

Sempurna! Jumad Agung adalah jalan awal menuju kemuliaan. Hinaan dan fitnah yang kalian berikan adalah Jumad Agung bagiku, bagi Gerejaku untuk bersama Yesusku mengalami sukacita kebangkitan-Nya. Jumad Agung bukan sekedar pengenangan wafat Yesusku, melainkan jalan cinta bersama Yesusku untuk sampai pada kemuliaan Cinta. Maka semakin kalian menghina dan memfitnah Gerejaku, semakin kalian membuka jalan bagiku, bagi Gerejaku untuk menghidupi Jumad Agung.

“Mencium salib Yesusku, artinya memuliakan Dia, memeluk setiap hinaan dan fitnah sebagai cara memuliakan dan mencintai Yesusku yang tersalib di kayu salib. Mencintai hinaanmu adalah caraku juga untuk semakin mencintai salib Yesusku yang tersalib.” (Editor : John Lobo)

Manila: 04-April 2022
Tuan Kopong MSF
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan