Memilih Yesus, Pilatus Atau Barabas ?

Semua orang bisa mengatasnamakan kebenaran untuk sebuah perjuangan, namun hanya sedikit orang yang berjuang dengan benar. Kegaduhan bangsa kita, termasuk kegaduhan antar umat beragama sejatinya dilatarbelakangi oleh dua hal: Kebenaran vs Kebohongan.

Betul bahwa kita semua bersaudara, kita tidak saling memusuhi satu sama lain dan yang berbeda bukanlah musuh kita, demikian slogan kebhinekaan yang selalu kita gaungkan karena yang menjadi musuh bersama kita adalah pimpinan kebohongan yaitu setan yang mana diajarkan oleh Gereja untuk dilawan dan ditolak saat kita dibaptis.

Pencarian kebenaran ibarat luka yang ditetes oleh air jeruk nipis. Nyeri namun paling tidak bisa membuat kita berjaga alias tidak mengantuk. Kegaduhan yang terus terjadi hanya bisa sembuh ketika dalam rasa nyeri itu kita tetap bertahan untu berjaga-jaga, sebab kebenaran memang menyakitkan  namun seringkali dimanipulasi sehingga meninabobokan kita hingga tertidur sehingga hati kita membatu dalam bungkam meski bertentangan dengan hati nurani kita. 

Harus kita akui bahwa ada ada begitu banyak orang yang terjaga tetapi tertidur, karena lebih baik memimpikan hal-hal yang tidak benar. Saksi kebenaran seringkali hanya menutup mata,

dan dipaksa untuk menanggung penganiayaan cinta dan keadilan. Kita buta terhadap kekhawatiran, Kita buta terhadap air mata. Cahaya di mata kita tidak berguna jika dalam hati kita tetap buta!

Kebenaran sejatinya terkait erat dengan kemerdekaan. Kebenaran sejatinya membebaskan kita dari kebohongan, fitnah dan ujaran kebencian serta balas dendam. Maka ketika kita mempermainkan kebenaran, kita juga sedang mempermainkan kemerdekaan, dan itu yang kemudian mengakibatkan kegaduhan dan yang paling gaduh adalah kegaduhan atas nama agama. Kebohongan dan penipuan serta fitnah dan kebencian dapat membutakan kita, dapat membuat hati nurani tertidur dan menjadi keras seperti batu. 

Di zaman kita, kita juga sering mendengar pertanyaan yang diajukan Pilatus kepada Yesus, "Apakah kebenaran itu?" (Yohanes 18:38). Menurut Injil Yohanes, Pilatus juga menyelidiki, sehingga dia tahu bahwa tuduhan terhadap Yesus tidak benar. Namun karena takut disebut sebagai pengkhianat untuk kepentingan kaisar dan dicopot dari kekuasaan, ia hanya mencuci tangan alih-alih mengambil sikap. Dia memilih untuk menjadi "netral" karena dia tidak tahan dengan kebenaran.

Pilatus juga tahu bahwa mereka yang berteriak untuk menyalibkan Yesus adalah tukang bayar, mereka tidak berbeda dengan troll media sosial zaman kita yang sangat pandai mengendalikan opini publik dengan menyebarkan kebohongan sebagai kebenaran. Akankah kita mengulangi penyaliban Kristus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Goebbels seorang propagadan Hitler, dengan tepat mengatakan, “Sebuah kebohongan, ketika Anda mengulanginya sekali, tetaplah sebuah kebohongan. Tapi ulangi seribu kali, itu menjadi kebenaran. ”

Hal ini semakin dibuktikan dengan intensitas pengaruh media sosial khususnya di masa pandemi ini. Teknologi informasi sedang digunakan secara luas untuk "disinformasi" atau penipuan langsung dan diterima sebagai kebenaran oleh mereka yang menyenangi kebohongan. Hal itu dapat dibuktikan dengan penyebaran hoax secara berantai di media-media sosial salah satunya watshapp.

Seperti halnya Pilatus, orang Yahudi memilih Barabas untuk dibebaskan bukan karena mereka mengasihi Barabas melainkan karena mereka marah dan membenci kebenaran (bdk Luk 23:18). Terkadang, kemarahan dan kebencian dapat berfungsi sebagai penutup mata yang menutupi hati nurani kita. 

Terkadang, ketika kebenaran itu menyakitkan, sepertinya kita tidak ingin melihat atau mendengarkan. Terkadang kita sebenarnya memilih untuk menjadi buta atau tuli. Terkadang kita juga bisa bernalar, “Mengapa saya harus ikut campur dalam kehidupan orang yang masih hidup? Saya bahkan mungkin disebut tukang campur urusan orang. ” namun kalau mau jujur dengan hati nurani dan kebenaran, kita semua terhubung. Kehancuran mereka adalah kehancuran kita semua. St Paulus mengatakan bahwa umat dari para murid adalah Tubuh Kristus. Rasa sakit di jari kelingking adalah rasa sakit di seluruh tubuh (bdk. 1 Kor 12:12-31).

Sebagai pengikut Kristus, melalui perayaan Minggu Palma, kita semua ditantang untuk memilih dan memperjuangkan kebenaran yaitu Yesus Kristus sendiri, atau memilih menjadi Pilatus dan atau memilih Barabas? Jawabannya ada pada kita bukan sekedar dalam sebuah jawaban amen atau biarkan dan doakan saja. (Editor : John Lobo)


Manila: 09 April 2022

Tuan Kopong MSF

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan