Apakah Bunda Maria Mengalami Kematian ?

Bunda Maria dikandung tanpa dosa dan pada akhir hidupnya Bunda Maria diangkat ke surga. Apakah Bunda Maria juga mengalami kematian seperti kita? Bukankan kematian itu akibat dari dosa, sedangkan Bunda Maria itu tidak berdosa?

Pertama, ada dua pendapat yang berlawanan tentang kematian Maria. Di satu sisi dikatakan bahwa Maria tidak terkena dosa asal dan karena kematian adalah akibat dosa, maka Maria tidak mengalami kematian. Sebelum mengalami kematian, Maria mengalami keadaan tertidur dan kemudian diangkat ke surga. Pendapat yang lain mengatakan bahwa Maria pasti tidak akan meninggikan dirinya mengatasi Yesus Putranya. Yesus juga wafat meskipun tidak mengenal dosa. Maria menyatukan diri sedemikian erat dengan Yesus, pastilah Maria mengalami kematian seperti yang dialami Yesus. Memang kematian Maria  bukanlah keharusan seperti kita yang terkena dosa asal. Maria mengalami kematian karena alasan-alasan lain. Belum ada ajaran resmi Gereja tentang kematian Maria ini. Namun demikian, banyak paus maupun teolog yang cenderung kepada pendapat kedua, yaitu yang menyatakan bahwa Maria mengalami kematian. Dogma Maria diangkat ke surga tidak secara khusus membahas butir ini dan membiarkan butir ini tetap terbuka untuk didiskusikan.

Kedua, para bapa Gereja baik dari barat (Ambrosius, Agustinus) maupun dari Timur (Efrem, Epifanius, Yohanes Damascenus) menyatakan bahwa Maria mengalami kematian. Yang dirasakan sebagai kesulitan untuk menerima bahwa Maria mengalami kematian ialah, soal pembusukan badan Maria. Pembusukan merupakan akibat dari dosa, maka dipandang kurang sesuai dengan kesucian Maria. Karena itu, sudah sejak sesudah Konsili Efesus (431) muncul tulisan apokrif (Transitus Mariae) yang menyatakan secara lebih halus dan dapat diterima bahwa Maria tidak mengalami kematian (yaitu kehancuran dan pembusukan tubuh), tetapi hanya “transit” saja. Ungkapan ini sering juga disebut sebagai dormitio.

Ketiga, alasan-alasan yang mendukung pendapat tentang kematian Maria ialah:

Maria menyesuaikan diri dengan Kristus. Karena kerendahan hati Maria, pastilah Maria menolak jika dia tidak mengalami kematian. Maria tidak mau lebih tinggi dibandingkan Putranya. Jika Sang Sabda secara sukarela mengenakan keinsanian yang fana dan dapat mati demi menebus kita, tentulah sebagai ibu, Maria akan juga mengenakan keinsanian yang fana dan dapat mati. Jadi, Maria mengalami kematian bukan karena hukuman dosa, tetapi karena keinsanian itu sendiri. Pastilah Maria menerima kematian secara sukarela.

Maria berperan sebagai rekan-Penebus (co-redemtrix), Maria tidak harus mengalami kematian tetapi secara sukarela menerimanya agar dia bisa juga menjadi rekan penebus bersama Putranya.

Karena Maria dibebaskan dari segala noda dosa asal, apakah Maria mengalami kematian? Bukankah kematian adalah akibat dari dosa, sedangkan Maria tidak tersentuh oleh dosa? Dalam dogma Maria Diangkat ke Surga, apakah tidak implisit dimaksudkan Maria mengalami kematian?

Sampai abad ketiga, tidak ada rujukan apa pun yang meragukan kematian Maria. Juga tidak ada yang mengatakan apa pun tentang makam Maria. Menurut tradisi yang sangat kuat, Maria menjalani masa tuanya di Yerusalem dan meninggal di sana. Karena semua orang meninggal, termasuk Kristus, maka Maria juga mengalami kematian. Sangat mungkin juga bahwa Maria pernah tinggal untuk beberapa saat di Efesus. Bahkan ada tradisi yang berpendapat bahwa rasul Yohanes hidup bersama Bunda Maria di Efesus sampai Bunda Maria meninggal juga di Efesus. Namun tradisi Maria meninggal di Efesus ini tidak begitu kuat seperti tradisi bahwa Maria meninggal di Yerusalem.

Santo Isidorus dari Sevilla (+636) adalah orang pertama yang meragukan kematian Maria. Keraguan tentang kematian Maria diungkapkan Santo Bonaventura dalam kaitan dengan terbebasnya Maria dari dosa asal: “Kalau santa Perawan bebas dari dosa asal, maka dia tidak harus mengalami kematian. Karena itu, kematian Maria merupakan ketidakadilan atau dia mati untuk keselamatan umat manusia. … kedua alasan itu salah dan tidak mungkin.”

Pada umumnya para teolog sependapat bahwa Maria tidak harus mati sebagai hukuman atas dosa, tetapi karena alasan lain yaitu menyesuaikan diri dengan Kristus. Maria pasti tidak mau ditempatkan lebih tinggi daripada Kristus, putranya. Jika Sang Sabda menerima keinsanian yang fana dan bisa mati, maka Maria pasti juga mengenakan keinsanian yang fana dan bisa mati.

Kematian Maria bukanlah karena akibat dosa, karena Maria tidak terkena dosa. Kematian Maria terjadi karena keadaan keinsanian itu sendiri (pro conditione carnis). Yang dimaksudkan di sini adalah kematian fisik-biologis, bukan fisik-teologis (terpisah dari Allah). Dalam surat Paus Pius XII Munificentissimus Deus yang menyatakan dogma Maria diangkat ke surga, sama sekali tidak dinyatakan dan tidak ditafsirkan bahwa Maria mengalami kematian. Kalimat yang digunakan bersifat netral, yaitu, “sesudah menyelesaikan masa hidup duniawinya.” Dalam hal ini, tidak ditetapkan apakah Maria mengalami kematian atau tidak.

Rm. Petrus Maria Handoko, CM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Peluang PSN Ngada di Liga 4 ETMC NTT

PSN Ngada, Selangkah Lagi Menuju Jalan Terjal

Panggilan Hidup Membiara