Sifat-Sifat Gereja
Pengantar
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah sendiri. Karena itu, Gereja adalah suatu persekutuan yang khas. Syahadat iman Gereja Katolik dirumuskan dalam doa kredo (credere = percaya). Ada dua rumusan kredo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek disebut Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh para rasul. Yang panjang disebut Syahadat Nikea yang disahkan dalam Konsili Nikea (325) yang menekankan keilahian Yesus. Pada kemudian hari lazim disebut sebagai Syadat Nikea-Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili Konstantinopel I (381).
Pada Konsili ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera. Syahadat inilah yang lebih sering digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik. Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan keempat sifat atau ciri Gereja Katolik:satu, kudus, katolik dan apostolik.
1. Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain dengan para kepala atau pimpinan jemaat (uskup) baik partikular maupun universal (Paus) yang berkedudukan di Vatikan.
2. Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang menjiwai-Nya, Gereja bersatu dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diri-Nya sendiri kudus.
3. Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau “umum” karena tersebar di seluruh dunia sehingga mencakup semua.
4. Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan “anggota umat Allah” jika bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri sebagai tahta para Rasul (apostolik).
Keempat sifat Gereja itu kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai. Gereja memahaminya dengan mereleksikan dirinya sendiri dengan karya Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 39 Roh Kudus di dalam dirinya. Gereja itu Ilahi sekaligus insani, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah. Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali jadi dan statis. Oleh karena itu, sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu diperjuangkan.
A. Gereja yang Satu
Ajaran tradisonal Gereja Katolik menyebutkan bahwa sifat-sifat Gereja adalah satu, kudus, katolik, dan Apostolik. Menurut Ensiklopedi Gereja, “ Gereja adalah satu karena bersatu dalam iman, pembaptisan, perayaan ekaristi, dan pimpinan di seluruh dunia. Kesatuan ini harus dibina, dijaga, dipelihara dalam semangat saling mengampuni dan menghormati. Kesatuan ini bukan keseragaman yang dipaksakan atau tidak mengindahkan kebebasan wajar Gereja-gereja partikular. Oleh karena itu, ciri Gereja yang satu menuntut suatu communio dengan Gereja Roma atau sekurang-kurangnya tidak terpisah daripadanya (ex-communicatio).”
Gereja yang satu adalah Gereja yang percaya akan kehendak Allah, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, bahwa orang-orang beriman kepada Kristus hendaknya berhimpun menjadi Umat Allah (1Ptr 2:5-10) dan menjadi satu Tubuh (1Kor 12:12). Gereja Katolik percaya bahwa kesatuan itu menjadi begitu kokoh dan kuat karena secara historis bertolak dari penetapan Petrus sebagai penerima kunci Kerajaan Surga. Setelah Petrus menyatakan pengakuannya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, maka Yesus pun menyatakan akan mendirikan jemaat-Nya di atas batu karang yang alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:16-19). Demikianlah Petrus ditugaskan untuk menggembalakan domba-domba dengan cinta. Secara historis juga menjadi bagian dari kepercayaan bahwa para Paus merupakan pengganti Petrus (Paus yang pertama), yang memimpin Gereja bersama semua Uskup seluruh dunia secara kolegial disebut sebagai successio apostolica. Konsili Vatikan II menegaskan corak kolegial tugas penggembalaan ini yang bertanggung jawab bagi pelakasanaan tugas-tugas Gereja: memimpin/melayani, mengajar, dan menguduskan.
Harapan bagi calon baptis : memahami sifat kesatuan Gereja sehingga sebagai anggota Gereja mereka berusaha menjaga keutuhan Gereja di tengah masyarakat
Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang Makna Kesatuan Gereja
a. 1Petrus 2: 5-10
b. 1 Korintus 12:12
c. 2 Timoteus 2:22
d. Efesus 4:3-6
e. Matius 16:16-19
Penjelasan
- Allah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (lih. 1Ptr, 2: 5-10) dan membuat mereka menjadi satu tubuh (lih. 1Kor 12: 12). Tetapi, bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh setiap orang Kristen? Semangat persatuan harus selalu dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap orang Kristen itu sendiri.
- Kesatuan Gereja pertama-tama adalah kesatuan iman (lih. Ef 4: 3-6) yang mungkin dirumuskan dan diungkapkan secara berbeda-beda.
- Kristus memang mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul, supaya kolegialitas para rasul tetap satu dan tidak terbagi. Di dalam diri Petrus, Kristus menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap kelihatan. Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama secara universal. Tidak hanya Paus, tetapi tiaptiap uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas dan dasar yang kelihatan dari kesatuan dalam Gereja.
- Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi dari pihak lain disadari pula bahwa perwujudan konkret harus diperjuangkan dan dikembangkan serta disempurnakan terus-menerus. Oleh karena itu, kesatuan iman mendorong semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan” dengan semua saudara seiman.
- Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret antara orang beriman yang hidup bersama dalam satu negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat merupakan dorongan kuat untuk menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan Gereja terarah kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada kesatuan semua orang yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2Tim, 2: 22).
- Kesatuan Gereja itu terungkap dalam: Kesatuan iman para anggotanya; Kesatuan iman ini bukan kesatuan yang statis, melainkan kesatuan yang dinamis. Iman adalah prinsip kesatuan batiniah Gereja. Kesatuan dalam pimpinannya, yaitu hierarki. Hierarki mempunyai tugas untuk mempersatukan umat. Hierarki sering dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah dari Gereja. Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan sakramental. Kebaktian dan sakramen-sakramen merupakan ekspresi simbolis dari kesatuan Gereja itu (lih. Ef 4: 3-6).
Ajaran Gereja tentang Kesatuan Gereja
KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya. (Gaudium et Spes (GS) artikel 1)
Penjelasan
- Umat Katolik merupakan satu persekutuan dalam Roh Kudus. Umat terjalin satu sama lain dengan ikatan iman dan sarana-sarana rahmat yang sama. Persatuan umat turut mengusahakan persaudaraan, perdamaian dan cinta kasih serta pengembangan kehidupan manusia yang lebih layak. Dengan demikian, umat turut menyumbangkan terwujudnya Kerajaan Allah.
- Semangat dan Roh Kristus adalah semangat dan Roh cinta kasih harus menjadi pendorong seluruh jajaran umat untuk mengabdi kepada persatuan, kesatuan dan solidaritas bangsa, untuk membina toleransi dan kerukunan, untuk mengikhtiarkan kepentingan umum dan turut membangun di segala sektor. Semuanya dilakukan sambil menghormati otonomi dunia dalam terang cahaya Injil.
Menghayati Kesatuan Gereja
- Gereja itu Ilahi sekaligus insani, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah. Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali jadi dan statis. Oleh karena itu, kesatuan Gereja harus selalu diperjuangkan. - Kita menyadari bahwa kenyataannya dalam Gereja sering terjadi perpecahan dan keretakan-keretakan. Perpecahan dan keretakan yang terjadi dalam Gereja itu tentu saja disebabkan oleh perbuatan manusia.
- Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi - Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja (KGK art.813).
- “Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Sebagai orang-orang Katolik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Sebagai contoh, kita ikut ambil bagian dalam Misa di Surabaya, Larantuka, Alexandria, San Francisco, Moscow, Mexico City, Etiopia, atau di mana pun, Misanya sama; bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda - dirayakan oleh orangorang percaya yang sama-sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh Imam yang dipersatukan dengan Uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus, penerus tahta St. Petrus.
- Gereja yang satu memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan beraneka bakat serta talenta, tetapi saling bekerja sama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerja sama dalam persatuan yang harmonis.
Refleksi
- Usaha-usaha yang dapat digalakkan untuk menguatkan persatuan kita ke dalam adalah antara lain, aktif berpartisipasi dalam kehidupan bergereja, berusaha setia dan taat kepada persekutuan umat, dan termasuk hierarki.
- Usaha-usaha yang dapat digalakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja adalah antara lain, lebih bersifat jujur dan terbuka kepada satu sama lain, lebih melihat kesamaan daripada perbedaan dan mengadakan berbagai kegiatan sosial dan peribadatan bersama.
B. Gereja yang Kudus
Kudus berarti “yang dikhususkan bagi Tuhan.” Maka, pertama-tama “kudus” (suci) itu menyangkut seluruh bidang keagamaan. Yang “kudus” bukan hanya orang, tempat, atau barang yang dikhususkan bagi Tuhan, melainkan lingkup kehidupan Tuhan. Semua yang lain, orang, waktu, atau tempat disebut kudus karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan. Yang kudus itu adalah Allah. Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Jadi, kekudusan Gereja tidak terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologial, menyangkut keberadaan dalam lingkup hidup Allah.
Gereja katolik meyakini diri kudus bukan karena tiap anggotanya sudah kudus tetapi lebih-lebih karena dipanggil kepada kekudusan oleh Tuhan, “Hendaklah kamu sempurna sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya” (Mat 5:48).Perlu diperhatikan juga bahwa kategori kudus yang dimaksud terutama bukan dalam arti moral, melainkan teologi, bukan soal baik atau buruknya tingkah laku, melainkan hubungannya dengan Allah. Ini tidak berarti hidup yang sesuai dengan kaidah moral tidak penting. Namun, kedekatan dengan yang Ilahi itu lebih penting, sebagaimana dinyatakan, “kamu telah memperoleh urapan dari Yang Kudus (1Yoh 2:20),yakni dari Roh Allah sendiri (bdk. Kis10:38). Diharapkan dari diri seorang yang telah terpanggil kepada kekudusan seperti itu juga menanggapinya dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan kaidah-kaidah moral (lihat LG. Art.26).
Harapan bagi calon baptis : memahami dan menghayati dalam hidupnya, makna dan hakikat kekudusan Gereja. Bahwa Gereja itu kudus karena sumber dari mana Gereja berasal, ke mana arah yang dituju Gereja, dan unsur-unsur Ilahi yang ada di dalam Gereja adalah kudus. Kekudusan (kesucian) Gereja adalah kekudusan (kesucian) Kristus. Gereja menerima kekudusan (kesucian) sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kesucian Gereja tidak datang dari Gereja itu sendiri, tetapi datang dari Allah dan dipersatukan dengan Kristus oleh Roh Kudus. Kristus ada dalam Gereja dan selalu menyertai Gereja sampai akhir zaman.
Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja
a. Efesus 5:25-26
b. Matius 5:48
c. 1 Yoh 2:20
d. Kisah Para Rasul 10:38
e. Roma 1: 7
f. Yohanes 17: 11
Penjelasan
- Perjanjian Baru melihat proses pengudusan manusia sebagai pengudusan oleh Roh Kudus (lih. 1Ptr 1: 2). Dikuduskan karena terpanggil (lih. Rm 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa. Kesucian bukan soal bentuk kehidupan (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.
- Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.
- Sumber dari mana Gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus dan doa-Nya. “Ya Bapa yang kudus, … kuduskanlah mereka dalam kebenaran … (lih. Yoh 17: 11).
- Tujuan dan arah Gereja adalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
Ajaran Gereja tentang Kekudusan Gereja
(Lumen Gentium artikel 26)
Penjelasan
- Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramen sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan.
- “Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi” terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya, dan yang tiada hentinya menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja” (LG.art.26)
- Masing-masing kita sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan.
- Konsili Vatican II mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” (Dekrit tentang Ekumenisme, #4).
- Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan.
- Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.
Menghayati Kekudusan Gereja
a. Kekudusan dapat dilakukan dengan saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah
b. Meneladani semangat hidup orang-orang Katolik yang telah mencapai kekudusan, seperti para santo-santa, beato-beata, atau para martir yang berjuang menegakkan kebenaran, keadilan, demi kemanusiaan.
c. Merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dan sebagainya.
C. Gereja yang Katolik
Katolik dari kata Latin, catholicus yang berarti universal atau umum. Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M, pada masa St. Ignatius dari Antiokia menjadi Uskup. Ciri katolik ini mengandung arti Gereja yang utuh, lengkap, tidak hanya setengah atau sebagian dalam menerapkan sistem yang berlaku dalam Gereja. Bersifat universal artinya, Gereja Katolik itu mencakup semua orang yang telah dibaptis secara katolik di seluruh dunia, dimana setiap orang menerima pengajaran iman dan moral serta berbagai tata liturgi yang sama di manpun berada. Kata universal juga sering dipakai untuk menegaskan tidak adanya sekte-sekte dalam Gereja Katolik. Konstitusi Lumen Gentium Konsili Vatikan ke II menegaskan arti kekatolikan itu : “Satu umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa di dunia, karena memperoleh warganya dari segala bangsa. Gereja nemajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik. Gereja yang katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya” (LG. 13).
Harapan bagi Calon Baptis :
1. Memahami sifat kekatolikan Gereja sehingga terdorong untuk ikut serta mewujudkan nilai-nilai luhur Injili dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk seluruh umat manusia tanpa pandang bulu.
2. Memahami bahwa Gereja dipanggil untuk menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama mana pun.
3. Ikut berjuang untuk kepentingan, kesejahteraan umum, memajukan nilai-nilai luhur dan memperjuangkan satu dunia yang lebih baik untuk seluruh umat manusia.
Makna Kekatolikan menurut Ajaran Gereja
Lumen Gentium artikel 13
Penjelasan
- Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kwantitatif dan kualitatif.
- Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia. Dengan sifat katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
- Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekedar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.
- Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam: Rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya.
- Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.
- Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya. Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari irman Tuhan sendiri.
- Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: Bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
- Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.
D. Gereja yang Apostolik
Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan otoritas khusus kepada St. Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak sebagai Vicaris-Nya (= wakil-Nya) di sini di dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci dalam apa yang kita sebut suksesi apostolik dari Uskup ke Uskup, dan kemudian diperluas ke Imam dan Diakon. Ketika Bapa Uskup mentahbiskan imam, ia melakukannya dengan otoritas suksesi apostolik. Imam tertabis itu, pada gilirannya ikut ambil bagian dalam imamat Tuhan kita Yesus Kristus. Tak ada Uskup, Imam, atau Diakon dalam Gereja kita yang mentahbiskan dirinya sendiri atau memaklumkan dirinya sendiri, melainkan, ia dipanggil oleh Gereja dan ditahbiskan ke dalam pelayanan apostolik yang dianugerahkan Tuhan kita kepada Gereja-Nya untuk dilaksanakan dalam persatuan dengan Paus. Gereja yang apostolik berarti warisan iman seperti yang kita dapati dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dilestarikan, diajarkan, dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka) berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela, dan mewariskan warisan iman. Di samping itu, Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya.
Yesus mengutus para Rasul dan bersabda, “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28: 19-20). Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para Rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.
Harapan bagi Calon Baptis : memahami sifat keapostolikan Gereja sehingga terdorong untuk ikut serta mewujudkan nilai-nilai luhur Injili dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk seluruh umat manusia tanpa pandang bulu.
Ajaran Kitab Suci tentang Keapostolikan Gereja
Mateus 28:19-20
Penjelasan
- Yesus mengutus para rasul dengan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat 28: 19-20).
- Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.
Ajaran Gereja tentang keapostolikan Gereja
Lumen Gentium artikel 23
Penjelasan
- Gereja yang apostolik berarti Gereja yang berasal dari para Rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka, yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus. Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para Rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru sudah ada sejak zaman Gereja Perdana.
- Hubungan historis antara Gereja para Rasul dan Gereja sekarang tidak boleh dilihat sebagai semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar bagaikan sebuah tongkat dari Rasul-Rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. Yang disebut apostolik bukanlah para Uskup, melainkan Gereja. Hubungan historis itu pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam segala bidang dan pelayanannya. Gereja bersifat apostolik berarti Gereja sekarang mengaku diri sama dengan Gereja Perdana, yakni Gereja para Rasul. Hubungan historis itu jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
- Gereja yang apostolik tidak berarti bahwa Gereja terpaku pada Gereja Perdana. Gereja tetap berkembang di bawah bimbingan Roh Kudus dan tetap berpegang pada Gereja para Rasul sebagai norma imannya. Hidup Gereja tidak boleh bersifat rutin, tetapi harus dinamis.
- Gereja disebut apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus oleh Kristus. Hubungan itu tampak dalam: Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki dari para Rasul. Fungsi dan kuasa hierarki diwariskan dari para rasul. Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
- Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.
Menghayati Keapostolikan Gereja
- Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil merupakan iman Gereja para rasul.
- Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret kita dengan iman Gereja para rasul
- Setia dan loyal kepada hierarki sebagai pengganti para rasul.
Komentar
Posting Komentar