Kegagalan Timnas U-17 Banyak Menyimpan Informasi dan Data Untuk Pengembangan Sepak Bola Indonesia

 

Kendati gagal melangkah ke babak 32 besar, Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-17 berhasil menorehkan sejarah bagi sepak bola Indonesia. Untuk pertama kalinya Indonesia berhasil lolos ke Piala Dunia melalui babak kualifikasi dan untuk pertama kalinya pula bisa memenangkan pertandingan ketika melawan Honduras dengan skor 2-1.

I Putu Panji dan kawan-kawan pada fase grup, berada di grup H bersama Brasil, Zambia dan Honduras. Pada fase ini, Indonesia kalah dari Zambia 1-3 dan 0-4 dari Brasil. Hasil tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-3 dan gagal melaju ke babak 32 karena tidak mampu bersaing pada tim peringkat ke-3 terbaik.

Indonesia menjadi satu-satunya perwakilan dari Kawasan ASEAN dan mewakili Asia bersama Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Uzbekistan, Qatar, Arab Saudi, Tajikistan dan Uni Emirat Arab. Sayangnya Indonesia  gagal mengikuti langkah Jepang, Korea Selatan, Korea Utara dan Uzbekistan maju ke babak selanjutnya.  Kendati demikian, capaian ini merupakan yang terbaik selama Indonesia berjuang mengikuti Piala Dunia U-17 dan  memiliki makna penting bagi perkembangan persepakbolaan Indonesia di masa mendatang.

Keberhasilan Tim yang ditangani Nova Arianto itu merupakan potret dari hasil pembinaan yang dilakukan Indonesia selama ini. Oleh karena itu, seluruh pemain yang tergabung dalam tim sangat menarik untuk dijadikan sebuah objek kajian, termasuk seluruh jajaran yang terlibat dalam tim. 

Nova Arianto sebagai pelatih yang terlibat sejak seleksi pemain, dipastikan banyak memiliki informasi yang berharga tentang karakterstik pemain yang diplihnya, baik dari aspek fisik, teknik, taktik dan mentalnya. Proses latihan yang selama ini dijalani dalam mempersiapkan tim akan banyak memberikan informasi empiris untuk dijadikan sebuah referensi bagi persiapan tim di kemudian hari.

Nova Arianto juga telah mengetahui kualitas pemain yang berlaga di Piala Dunia U-17. Paling tidak setelah timnya menghadapi Brasil dan Zambia. Brasil yang selama ini dikenal sebagai negara maju  sepakbolanya bisa menjadi sumber informasi penting untuk dijadikan komparasi tentang kualitas pemain di usia muda. Berbagai informasi atau data yang ada pada Tim U-17 bisa dipilah dan diplih sehingga dapat dijdikan sebuah standar dalam pembentukan Timnas usia muda berikutnya.

PSSI sebagai otoritas dalam pengelolaan Timnas tidak seharusnya gegabah mengganti posisi Nova Arianto untuk kepentingan Timnas usia muda selanjutnya. Erick Tohir, yang selama ini sangat getol dengan pelatih luar negeri dan pemain naturalisasi harus bisa mengambil pelajaran dari keberhasilan putra Sartono Anwar itu. Perlu ada kesabaran dan kejelian dalam melakukan evaluasi dalam sebuah proses pembentukan Timnas. Dalam hal ini, kitab bisa mencontoh Jepang, bagainama Japan Football Association (JFA) memberi kesempatan kepada Hajime Moriyasu, pelatih Timnas Jepang Senior saat ini. Pria kelahiran 23 Agustus 1968  itu dipercaya sebagai pelatih 2017 dengan dinamika prestasi yang turun naik. Ketika Hajime Moriyasu gagal mencapai target masuk 8 besar di Piala Dunia 2022, setelah dikalahkan Kroasia di Babak 16 besar lewat adu penalti. Walaupun begitu,  JFA  tidak sertamerta memecat mantan pelatih Sanfrecce Hiroshima itu, dia masih diberi kesempatan untuk menangani Tim Samurai Biru itu hingga Piala Dunia 2026.

Pergantian pelatih Timnas senior di tengah jalan dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert hendaknya dijadikan pengalaman berharga. Proses kepelatihan, pemahaman karakter pemain, filosofi bermain dan manajemen tim tidak bisa dilakukan dalam waktu yang pendek, butuh waktu untuk beradaptasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada jaminan pelatih sekelas Pep Guardiola, Jurgen Kloop dan Zinidene Zidane mampu mengangkat prestasi Timnas Indonesia jika tidak diberi kesempatan berproses yang cukup.

Keberhasilan Timnas U-17 menembus Piala Dunia perlu dikaji secara komprehensif, mulai dari model pembinaan pemain, pelatih, wadah kompetisi dan berbagai aspek terkait lainnya. Keterlibatan ahli dari kalangan Perguruan Tinggi untuk melakukan kajian tersebut perlu dilakukan, mengingat selama ini sudah terbentuk kerjasama antara PSSI dengan Perguruan Tinggi yang didalanya terdapat  Fakultas dan Program Studi Keolahragaan. Perguruan Tinggi bisa mengambil peran dari sisi penelitian dan pengembangan serta penerapan sport science yang dibutuhkan di sepak bola.

Peran Direktur Teknik dan Pemandu Bakat

Kehadiran Alexander Zwiers sebagai Direktur Teknik dan Simon Tahamata yang ditunjuk PSSI sebagai Pemandu Bakat PSSI memiliki peran strategis untuk peningkatan kualitas sepak bola Indonesia. Tugas Direktur Teknik diantaranya adalah pengembangan program kepelatihan, memberikan penilaian terhadap kinerja pelatih, berkordinasi dengan Direktur Teknik yang ada di setiap Asosiasi Provinsi PSSI dan bersama Pemandu Bakat melakukan pemantauan terhadap pemain bertalenta di seluruh Indonesia.

Hasil pantauan Simon selama ini menunjukkan bahwa secara teknis, kualitas  anak Indonesia cukup bagus dan kreatif, hanya kalau dibandingkan dengan Eropa pemantaunnya mengalami keterlambatan. Di Belanda, menurut pria berdarah Maluku itu anak-anak mulai usia 8 tahun sudah mulai dipantau bakatnya, sementara di Indonesia mulai 13 tahun. Bisa jadi yang disampaikan Simon, pemantau tersebut lewat Piala Soeratin, karena usia terendah yang dipertandingkan untuk kompetisi tersebut di usia 13 tahun.

Selain itu, Simon menegaskan bahwa pola seleksi pemain harus berstandar Internasional dan dilakukan secara profesional. Ini menjadi tantangan besar bagi sepak bola Indonesia karena selama ini masih terdengar jelas tentang pemain titipan di berbagai jenis dan jenjang kompetisi, termasuk di Timnas sekalipun.

Kehadiran Direktur Teknik dan Pemandu Bakat harus dimaksimalkan perannya agar mereka bisa menjalankan tugasnya secara maksimal. Kehadiran mereka juga bisa diharapkan bisa mengurai problematika persepakbolaan Indonesia, termasuk  menyempurnakan Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia), yang sampai saat ini belum selesai pemutakhirannya. Ini penting karena akan dijadikan pedoman, terutama bagi pelatih sebagai garda terdepan dalam proses pembinaan.

Menjadi harapan bersama bahwa lolosnya Timnas U-17 bukan hanya saat ini saja, tetapi harus mampu menjadi tradisi. Untuk itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh agar harapan itu dapat terpenuhi.

Penulis : Imam Syafi'i, Dosen Universitas Negeri Surabaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Peluang PSN Ngada di Liga 4 ETMC NTT

PSN Ngada, Selangkah Lagi Menuju Jalan Terjal

PSN Ngada Menuju Babak Delapan Besar