OPTIMALISAI KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI : GERAKAN LITERASI DAN KATAKAN DENGAN BUKU
Salah satu indikator penentu kemajuan sebuah
bangsa adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mendiami negara
tersebut.Secara spesifik unsur penting yang erat kaitannya dengan penilaian tersebut
adalah kemampuan masyarakat dalam mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu
secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat,
menyimak, menulis, dan/berbicara atau yang dikenal dengan istilah literasi.Jika
ingin eksis atau bertahan di abad 21, masyarakat harus menguasai enam literasi
dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi
teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, serta literasi budaya
dan kewarganegaraan. Bahkan hal lain yang
perlu dikuasai adalah literasi kesehatan, literasi keselamatan (jalan, mitigasi
bencana), dan literasi kriminal (Pangesti, Mei 2016).
Apakah di daerah anda terdapat gerakan
literasi ?. Jajak Pendapat via telepon oleh Litbang Kompas tanggal 17-19 Mei
2017 terhadap 512 responden yang berusia 17 tahun di 14 kota besar di
Indonesia, 52,7% memberikan jawaban bahwa tidak ada.Jajak pendapat ini memberikan
gambaran pada kita bahwa sebagian besar memang tidak ada gerakan literasi dalam
masyarakat (kompas,Rabu, 7 Juni 2017).Ekses yang dirasakan dengan minimnya
gerakan tersebut adalah kemampuan literasi kita selalu berada pada posisi paling
rendah jika dibandingkan dengan bangsa lainnya.
Berdasarkan uji literasi yang dilakukan oleh
PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) 2011 , Indonesia
menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta . Demikian juga uji literasi
membaca dalam PISA (Programme for International Student Assessment )2009 menunjukkan
anak Indonesia berada pada peringkat ke-57 , sedangkan PISA 2012 menunjukkan
peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 . Sebanyak 65 negara
berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam
keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi anak Indonesia
tergolong rendah.Data terbaru tahun 2016 yang dirilis oleh The Worlds Most
Literate Nations kemampuan literasi bangsa kita berada pada urutan ke 60 dari
61 negara.Penelitian ini dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State
University John W Millner dan Michael C Mc-Kenna.Najwa Shihab, duta baca
nasional sempat nyeletuk “untung ada Botswana (salah satu negara di Afrika)
yang berada di urutan paling bontot”
FAKTOR PENYEBAB
Ditengarai yang menjadi penyebab anjloknya SDM
kita dalam perspektif literasi adalah rendahnya minat baca. Data yang rilis
tahun 2012 oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) atau Organisasi Pendidikan Ilmiah dan Kebudayaan PBB yang mempublikasikan
data bahwa indeks minat membaca masyarakat Indonesia baru mencapai angka
0,001.Artinya,dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada 1 (satu) orang yang
memiliki minat baca.
Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012
memaparkan datanya.Hasil penelitian tersebut menunjukkan sebanyak 91,68%
penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi dan
sisanya suka membaca.Data tersebut memberikan gambaran bahwa sebagian besar masyarakat kita belum
memiliki tradisi membaca dan cendrung menjadikan televisi sebagai sahabat
pengisi waktu luang.
Pesona Televisi telah melumpuhkan minat
baca.Publik memiliki persepsi bahwa televisi mampu memenuhi semua kebutuhan
akan media dan merupakan sumber informasi serta media untuk menginterpretasi
realitas.Tak dapat dihindari kehadiran media televisi secara sadar maupun tidak, telah menyeret
anak pada sebuah kebiasaan untuk selalu menjadi penonton (melihat dan
mendengar) saja .Media ini menjadikan anak sebagai sasaran atau obyek dari
sebuah pemberitaan.Tiap hari anak-anak
dibombardir oleh berbagai informasi entah yang bersifat mendidik maupun
yang melemahkan daya imajinasi,inisiatif
dan kreativitas.Kita bisa menghitung berapa jumlah tayangan televisi yang
sangat berguna dan memberi pengaruh yang bermutu bagi perkembangan anak-anak
kita.Dari sajian data tersebut kualitas sumber daya manusia kita masih rendah
dan mengalami proses penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu faktor penyebab
rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah rendahnya kualitas
pendidikan, yang juga berpengaruh langsung pada sektor ekonomi dan
kesehatan.Keadaan tersebut lebih diperburuk dengan masih dominannya budaya
tutur (lisan) dan nonton daripada budaya baca. Budaya ini menjadi kendala utama
dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat yang seharusnya mampu
mengembangkan diri dalam menambah ilmu pengetahuannya secara mandiri melalui
membaca.
Akses yang sangat terbatas untuk memperoleh
dan membaca buku-buku yang berkualitas.Ketika mengadakan kelas inspirasi dan
motivasi di Ngada (desa nenowea dan Legeriwu) pada tanggal 26 Desember 2016,
kami sempat melontarkan pertanyaan kepada 300 siswa/i SD dan SMP yang hadir
saat itu.”Siapa yang pernah membaca buku dan buku apa yang kalian baca ?”.Semua
mengangkat tangan, dan jawaban perihal buku yang di baca beraneka ragam.Dengan
bangga mereka menyebut buku bahasa Indonesia, buku IPA, buku Matematika, dan
sejumlah buku pelajaran lainnya.Saya mengapresiasi kepolosan dan
keberanian anak-anak ketika
menjawab.Pada saat yang sama sayapun terenyuh, karena “hanya” buku-buku itulah
(pelajaran) yang bisa di baca oleh mereka.
GERAKAN KATAKAN DENGAN BUKU
Berawal dari opini Andi Mappetahang Fatwa atau
yang lebih di kenal dengan sapaan A.M Fatwa yang dimuat dalam harian Kompas
pada hari senin, 6 Pebruari 2006, dengan judul yang sama KATAKAN DENGAN
BUKU.Tulisan beliau sangat menginspirasi sekaligus memberi motivasi yang kuat
kepada hingga lahirnya gagasan bahwa
Katakan dengan buku akan menjadi lebih bermakna jika dijadikan sebuah gerakan
artinya bisa menjadi aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh banyak orang
yang secara spesifik bergerak untuk mengumpulkan dan mendonasikan buku kepada
anak-anak di seluruh pelosok negeri ini.Ketika beliau wafat pada tanggal 14
Desember 2017 yang lalu kami menemukan sebuah pesan yang sangat berarti tentang
betapa kuatnya sebuah tulisan karena bisa
mempengaruhi seseorang.Katakan dengan dengan buku lahir menjadi sebuah gerakan
nyata sekitar bulan November 2013.
Minat baca rakyat Indonesia sebenarnya tinggi,
sama tingginya dengan bangsa lain, termasuk yang sudah maju yang nenek
moyangnya tak sanggup menyusun epos besar dan membangun kompleks candi megah.
Tapi minat baca tinggi ini dibikin rendah oleh
akses yang buruk, oleh jumlah dan
mutu bacaan yang tidak memadai.Katakan dengan buku sebagai sebuah gerakan literasi
hadir untuk menjawab keterbatasan yang dimiliki oleh anak-anak dalam mengakses
berbagai informasi yang berkualitas melalui bacaan bermutu yang mampu membawa
dampak poisitif bagi perkembangan kognitif ,sikap dan kehidupan
religiositasnya.Anak mengalami kesulitan untuk mengakses dan mendapatkan buku
yang kontennya mampu menginspirasi dan memotivasi dirinya untuk menjadi manusia
yang memiliki karakter dan kepribadian yang utuh.Keseluruhan konten dalam buku-buku
yang diberikan secara cuma-cuma tersebut sangat mendukung, inspiratif serta
variatif sesuai usia dan perkembangan anak.Khusus untuk anak-anak usia pra
sekolah penyampaiannya banyak menggunakan media gambar dll.
Jangan katakan dengan bunga, tetapi buku.Trend
yang berkembang di kalangan kaum remaja hingga orang dewasa saat ini adalah
memberikan bunga kepada kenalan, sahabat, dan orang-orang terdekatnya pada
momen-momen tertentu seperti Valentine day, ulang tahun, perkawinan dll.Memberi
bunga memang bukanlah tindakan yang salah, namun alangkah lebih berguna jika
media bunga di ganti dengan buku.Refleksi sederhana perihal media pengganti
bunga yang dianggap lebih bermakna , pikiran saya saya langsung tertuju pada
buku.Gerakan ini lahir karena adanya dorongan yang kuat dari dalam diri untuk
memanfaatkan buku sebagai simbol penghargaan dan keakraban dengan sesama bahkan
simbol pengikat emosi antara satu dengan yang lainnya. Bertolak dari suatu
keyakinan bahwa melalui buku mengalirlah kreativitas dan dinamika intelektual
yang merangsang cara berpikir untuk melakukan perubahan. Sejarah dunia adalah
sejarah buku karena berbagai perubahan yang terjadi dengan segala akibatnya
berasal dari buku.Secara tegas dapat dikatakan bahwa buku merupakan salah satu
indikator kemajuan dan jendela peradaban sebuah bangsa.Karena buku peradaban
sebuah negara menjadi maju dan karena buku jualah sebuah peradaban tak memberi
makna yang berarti ketika buku teralienasi dari kehidupan masyarakatnya(Kompas,
Senin 6 Pebruari 2006)
Menghadirkan budaya baru. Hal lain yang
dihadirkan dalam Gerakan Katakan dengan buku sebagai sebuah literasi adalah
nilai budaya yang berbeda dengan nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan yang
dominan.Katakan dengan buku hadir sebagai media alternatif untuk membangun budaya
tanding (budaya baca) di tengah gencarnya kepungan media Sosial yang meliputi
banyak situs jejaring social yang membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
kepribadian anak secara utuh.Tanpa sensor atau saringan(filter) sedikitpun
bagian-bagian dari media social itu menyusup masuk hingga ke ruang privat
anak.Kapan dan dimanapun anak bisa menikmati berbagai sajian di dunia maya
walau hanya bermodalkan menggerakan sebuku jari saja, dunia ini bisa
dijelajahi.Bahkan dunia ini sudah sempit cuma selebar layar hand
phone(HP).Media yang cendrung mengeropos kehidupan intelektual dan moral begitu
mudahnya diakses dan menyerobot masuk dalam kehidupan anak .Tanpa terasa anak
digiring menjadi sosok yang egois dan
apatis terhadap sesama dan lingkungannya.Yang jauh menjadi dekat dan yang dekat
menjadi jauh.Secanggih apapun sebuah media komunikasi, buku tetap menjadi media
informasi yang tak terkalahkan.Membaca buku dapat membangkitkan imajinasi yang
menggugah kreativitas yang tidak didapatkan ketika menonton dan mendengarkan.
Sebagai sebuah gerakan literasi, katakan
dengan buku tidak sekedar menyediakan
buku, tetapi membangun pemikiran, perilaku dan budaya dari generasi yang tidak
suka membaca menjadi generasi yang gemar membaca.Dari generasi yang asing
dengan buku menjadi generasi yang mencintai buku.Dari generasi yang alergi
dengan buku menjadi generasi yang intim dengan buku.Dari sanalah kreativitas
dan transfer pengetahuan bisa berlangsung dan berkembang secara intensif.
Gerakan Katakan dengan buku merupakan sebuah
mimpi besar dan hanya bisa digapai jika memiliki disposisi bathin yang
tepat.Andaikan obsesi ini tercapai, patut dicatat sebagai sebuah prestasi.Oleh
karena itu butuh kolaborasi dan kerja sama yang baik dengan siapapun.
Catatan akhir ini mengingatkan kita akan
sepenggal kata bijak “Prestasi besar biasanya lahir dari pengorbanan besar, dan
tidak pernah hasil dari keegoisan “ (Napoleon Hill : Penulis dan penasihat
Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt,1933-1936)
JOHN LOBO
|
INISIATOR
GERAKAN KATAKAN DENGAN BUKU
|
Komentar
Posting Komentar