Persebata ditengah Krisis Finansial

 

Saya menyimak sebuah utas di Facebook dari Yogi Making, isinya berupa empat himbauan kepada masyarakat Lembata terkait krisis keuangan yang mendera klub Persebata yang saat ini sedang berlaga di penyisihan grup liga 3 nasional. 

Persebata  adalah klub sepak bola yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Status badan hukum tersebut menempatkan Persebata sebagai subjek hukum yang bersifat profesional dan profit-oriented

Ketika sebuah klub sudah berbadan hukum tentu membawa konsekuensi hukum yang tegas, terutama terkait penggunaan uang negara

Dari 4 langkah taktis yang akan diambil oleh manajemen PT Persebata untuk mengatasi krisis finansial, ada dua poin yang menggelitik saya yakni Pertama,  Melalui beberapa delegasi untuk mendiskusikan persoalan krisis finansial klub dengan pejabat pemerintahan setempat atau Bupati Lembata. Langkah ini menimbulkan persepsi atau dugaan liar di masyarakat pecinta sepakbola NTT soal keterlibatan pemerintah dalam menggunakan uang rakyat untuk membiayai sebuah klub sepak bola yang telah memiliki badan hukum. 

Bolehkan klub sepak bola yang berbentuk PT menyusui dana APBD? ​Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2011, pemerintah daerah dilarang keras mengalokasikan dana APBD untuk klub sepak bola profesional (yang sudah berbentuk PT).

Persebata adalah klub profesional dengan entitas bisnis yang seyogyanya menjadi klun yang mandiri. Penggunaan uang rakyat (APBD) untuk menggaji pemain profesional atau operasional klub PT dianggap sebagai penyalahgunaan anggaran dan rawan dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Kendati demikian ada pengecualian yakni Intervensi pemerintah hanya diperbolehkan memberikan hibah untuk pembinaan usia dini (grassroot) melalui induk organisasi (PSSI/Askot/Askab) atau klub yang masih berstatus amatir (seperti Liga 3 ke bawah yang belum berbentuk PT profesional).

Kedua, Adanya upaya untuk menghimpun dana dari Masyarakat. Skema demikian diperbolehkan, namun dengan mekanisme yang berbeda dari "sumbangan sosial". Karena berbentuk PT, pengumpulan dana biasanya dilakukan melalui skema bisnis seperti : Sponsorship berupa Kerja sama komersial dengan perusahaan atau perorangan, penjualan Tiket dan Merchandise atau pendapatan langsung dari basis penggemar, crowdfunding / Donasi Fans sebagai bentuk partisipasi publik, namun biasanya dikemas sebagai "Fans Contribution" atau dana dukungan komunitas, Initial Public Offering (IPO) artinya sebagai PT, Persebata  bisa "menghimpun dana masyarakat" secara resmi dengan melantai di bursa Efek Indonesia (seperti yang dilakukan Bali United atau Persis Solo). Dengan cara ini, masyarakat membeli saham dan menjadi pemilik klub.

Ketiga: Skema CSR dari Perusahaan. Poin ketiga ini tidak ada korelasinya dengan 2 hal diatas, tetapi juga penting untuk menyokong keuangan Klub Persebata. Sebagai ​Klub yang badan hukumnya jelas Persebata  bisa menerima dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta atau BUMD/BUMN. Namun, ini statusnya adalah kerja sama kemitraan atau promosi, bukan bantuan hibah murni dari anggaran pemerintah daerah.

John Lobo. 

Mojokerto, 27 Desember 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Peluang PSN Ngada di Liga 4 ETMC NTT

PSN Ngada, Selangkah Lagi Menuju Jalan Terjal

PSN Ngada Menuju Babak Delapan Besar