Sepuluh Legacy Utama Paus Fransiskus untuk Umat Katolik dan Umat Manusia

Ketika lonceng Basilika Santo Petrus berdentang mengiringi wafatnya Paus Fransiskus, dunia tak hanya kehilangan seorang pemimpin rohani tetapi juga seorang "Nabi" zaman modern.  Paus ke-266  ini menjadi penanda zaman sebuah suara kenabian yang lembut namun menggugah yang mengundang Gereja dan dunia untuk kembali ke inti Injil, belas kasih, kerendahan hati, dan keadilan.

Berikut ini adalah 10 warisan abadi dari kepemimpinan Paus Fransiskus yang akan dikenang lintas generasi, antara lain :

1. Paus dari ujung dunia sebuah simbol baru harapan. 

Ketika Jorge Mario Bergoglio dipilih sebagai Paus pertama dari Amerika Latin, dunia menyaksikan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia menyapa umat dengan kata-kata sederhana "Frateli e Sorelle Buonasera" yang artinya "saudara-saudari selamat malam". Tidak ada kemewahan, tidak ada formalitas berlebihan. Ia memilih nama Fransiskus merujuk pada Santo Fransiskus dari Asisi sebagai tanda kesederhanaan dan keberpihakan kepada kaum miskin. Sejak awal ia menolak tinggal di istana Kepausan dan memilih hidup sederhana di Domus Sanctae Marthae. Dunia disuguhi sebuah kepemimpinan yang tidak berjarak yang mencerminkan Injil dalam tindakan sehari-hari.

2. Gereja sebagai rumah Kerahiman.

Paus Fransiskus menegaskan bahwa Gereja bukanlah museum orang suci, melainkan rumah sakit bagi jiwa-jiwa yang terluka. Ia menekankan bahwa belas kasih adalah wajah paling nyata dari Tuhan. Melalui tahun Yubilium Kerahiman tahun 2015 sampai tahun 2016 ia mengundang dunia untuk mengalami pelukan Allah yang mengampuni. Ia menyederhanakan proses pembatalan pernikahan, mendekatkan kembali mereka yang merasa terasing dari gereja, dan menjadikan Sakramen Tobat sebagai pusat pembaruan rohani. "Tuhan tidak pernah lelah mengampuni katanya", "kitalah yang lelah meminta ampun"

3. Dialog antar agama dan Ekumenisme menembus dinding prasangka

Di bawah kepemimpinan Fransiskus, Vatikan menjadi tempat dialog global. Ia melangkah berani ke wilayah-wilayah yang sensitif, mengunjungi Masjid di Republik Afrika Tengah, bertemu dengan Imam Besar Al-Azhar di Mesir, menandatangani dokumen persaudaraan manusia di Abu Dhabi. Ia mengunjungi Irak tanah para nabi, di tengah ketegangan politik. Ia juga menjalin persaudaraan dengan gereja Ortodoks dan pemimpin Anglikan. Ia menunjukkan bahwa perbedaan tidak harus memecah, melainkan memperkaya. 

4. Reformasi Kuria Romawi: Gereja yang melayani bukan menguasai. 

Fransiskus menyadari bahwa struktur Gereja perlu dibaharui, bukan untuk kekuasaan melainkan untuk misi. Melalui Konstitusi Apostolik Praedicate Evangelium (2022), ia merombak kuria Romawi agar lebih misioner dan transparan. Ia memperkuat peran laikat/kaum awam, memperluas Dewan Kardinal dengan wakil dari berbagai benua, dan mendorong tata kelola yang lebih sinodal. Bagi Fransiskus reformasi bukan kosmetik, tetapi pertobatan struktural demi pewartaan Injil yang otentik. 

5. Paus Hijau: Nabi Ekologi untuk dunia yang terluka.

Melalui Ensiklik Laudato si (2015), Fransiskus mengundang dunia untuk berbalik dari antroposentrisme menuju harmoni dengan ciptaan. Ia tidak hanya berbicara tentang perubahan iklim, tetapi menyentuh akar moral dan spiritual dari krisis ekologis. "Segala sesuatu saling terhubung," tegasnya. Ia mengangkat suara mereka yang hidup di pinggiran ekologis, suku asli, petani kecil, dan kaum muda yang mewarisi planet yang rusak. Laudato si menjadi manifesto ekologi integral dan panggilan pertobatan global.

6. Paus kaum tersingkir: Suara mereka yang terlupakan.

Fransiskus tak pernah lelah menyuarakan penderitaan kaum migran, pengungsi, korban perdagangan manusia, dan mereka yang hidup dalam kemiskinan struktural. Ia berbicara tentang: Ekonomi yang membunuh, mengkritik kapitalisme yang tak terkendali, dan menuntut sistem ekonomi yang lebih manusiawi," Ensiklik Frateli Tuti (2020) menjadi puncak dari ajarannya tentang persaudaraan universal. Ia menantang dunia untuk melihat setiap orang sebagai saudara dan saudari bukan sebagai musuh atau angka statistik. 

7. Gereja yang terbuka dan inklusif

Tanpa mengubah ajaran, Fransiskus mengubah cara Gereja berbicara. Ia menekankan pendekatan pastoral yang penuh kehangatan, terutama terhadap mereka yang hidup dalam situasi kompleks;  pasangan bercerai, komunitas LGBTG, dan kaum muda yang merasa terasing dari iman. Ia mengingatkan bahwa kebenaran tidak boleh dilepaskan dari belas kasih. Dengan dokumen seperti "Amoris Laetitia" Fransiskus menekankan pendampingan bukan penghakiman.

8. Sinodalitas: Gereja yang mendengarkan.

Sinode para uskup tentang Sinodalitas (2021 - 2024) merupakan pencapaian besar Paus Fransiskus dalam mewujudkan Gereja yang berjalan bersama. Sinodalitas bukan sekadar pertemuan, melainkan cara hidup gereja mendengarkan Roh Kudus melalui suara umat, bukan hanya hierarki. Dalam sinode ini, Fransiskus menanam benih Gereja masa depan yang lebih dialogis, partisipatif, dan peka terhadap tanda-tanda zaman. 

9. Sosok Paus yang dekat dan manusiawi.

Fransiskus adalah Paus yang menyentuh hati, bukan dari kejauhan tetapi dari dekat. Ia mencium kaki para tahanan, memeluk anak-anak difabel, menelepon umat yang menulis kepadanya, dan tak segan menitikkan air mata di depan publik. Kepausannya adalah 'Kepausan yang berbau domba", sebagaimana nasihatnya kepada para imam; "Jadilah gembala yang hidup bersama kawanan."

10. Nabi damai di tengah dunia yang terpecah

Dalam dunia yang penuh dengan retakan dan kebencian, Paus Fransiskus berseru dengan suara kenabian agar dunia menolak perang dan kekerasan. Ia menyebut senjata nuklir sebagai kejahatan moral dan menyerukan perdamaian di Ukraina, Suriah, Myanmar dan di mana pun manusia menderita. Ia percaya bahwa "Dialog lebih kuat daripada peluru, dan bahwa perdamaian bukan utopia, melainkan tugas iman."

Akhir kata, Paus Fransiskus adalah warisan yang hidup dalam hati umat manusia. Kini ketika Tahta Suci memasuki masa "Sede Vacante" umat Katolik dan dunia mengenang seorang Paus yang melampaui gelar dan jabatan. Seorang pria dari ujung dunia yang membuat Injil hidup kembali di tengah dunia modern. 

Warisan Paus Fransiskus bukan hanya dokumen dan pidato tetapi jejak cinta dan belas kasih yang ia tinggalkan dalam hati manusia. Ia telah pergi, namun suaranya masih bergema. Jangan biarkan dirimu dicuri harapan. Warisan itu kini menjadi tugas kita semua untuk melanjutkan langkahnya dalam membangun dunia yang lebih adil, ramah, dan lebih manusiawi. 

Salve

Mojokerto, 22 April 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan

Menakar Peluang PSN Ngada di Liga 4 ETMC NTT

Panggilan Hidup Membiara