Sejarah dan Makna Kamis Putih : Jejak Cinta yang Mengawali Tri hari Suci
Kamis Putih memiliki makna mendalam karena di dalamnya gereja mengenang tiga peristiwa agung yang terjadi pada malam terakhir Yesus bersama para muridnya yaitu: institusi Ekaristi, institusi Imamat, dan teladan cinta kasih melalui pembasuhan kaki.
Sejarah Kamis Putih telah berjalan jauh sejak abad-abad awal kekristenan. Catatan tertua berasal dari abad keempat melalui tulisan seorang peziarah wanita bernama Egeria, yang menyaksikan bagaimana umat Kristiani di Yerusalem berkumpul untuk mengenang perjamuan terakhir. Pada masa itu belum ada nama khusus Kamis Putih, namun maknanya sudah mengakar sebagai Malam Kudus di mana Yesus menyerahkan dirinya secara Sakramental dalam rupa roti dan anggur. Seiring perjalanan waktu Gereja di Barat mulai menggunakan sebutan "Dais Firidium" atau "Hari Putih" yang kemudian diterjemahkan menjadi "Kamis Putih". Warna putih bukan hanya menunjuk pada busana liturgis yang digunakan, tetapi melambangkan sukacita yang lahir dari kasih yang memberi diri secara total.
Dalam perjamuan terakhir yang dikisahkan dalam Injil dan surat-surat Paulus bahwa Yesus mengambil roti, mengucap syukur memecahkannya, dan berkata "Inilah TubuhKu." Ia juga mengambil piala berisi anggur dan berkata "Inilah DarahKu, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang." Dengan tindakan itu Yesus tidak hanya menghidupkan kembali makna Paskah Yahudi, tetapi juga memperkenalkan Paskah baru, kurban kasih yang menyelamatkan dunia. Maka dari itu, Kamis Putih menjadi hari syukur atas anugerah Ekaristi, sumber, dan puncak seluruh kehidupan Gereja. Namun perjamuan malam itu tidak berhenti pada pemberian Tubuh dan DarahNya sebagai Anak Domba tanpa cacat yang menjadi korban Paskah yang baru. Yesus juga mengambil air dan kain lenan lalu membasuh kaki para muridNya satu persatu.Tindakan yang mengejutkan ini ditulis dalam Injil Yohanes sebagai tanda kasih yang tertinggi. Guru menjadi Hamba, Tuhan menjadi pelayan. Dalam keheningan pembasuhan kaki, Yesus meninggalkan pesan mendalam bahwa siapapun yang ingin menjadi besar harus menjadi pelayan bagi sesama. Karena itu dalam liturgi Kamis Putih dilakukan ritus pembasuhan kaki sebagai cerminan teladan Yesus, agar Gereja terus hidup dalam semangat kerendahan hati dan pelayanan tanpa pamrih.
Kamis Putih juga menjadi hari di mana Gereja merayakan dan mengenang kelahiran Imamat dalam perjamuan malam itu. Yesus berkata "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku." Kalimat ini bukan sekadar permintaan, melainkan mandat Ilahi yang dipercayakan kepada para rasul untuk meneruskan karya penyelamatan Kristus melalui Sakramen. Maka sejak saat itu lahirlah pelayanan Imamat dalam Gereja. Para imam menjadi saksi dan pelayan misteri suci menghadirkan Kristus secara nyata dalam Ekaristi dan kehidupan umat.
Pada pagi hari Kamis putih di katedral-katedral seluruh dunia diadakan Misa Krisma yang dipimpin oleh Uskup bersama seluruh imam dari Keuskupan setempat. Dalam misa ini para imam memperbarui janji imamat mereka di hadapan umat dan minyak-minyak suci diberkati. Minyak untuk orang sakit, minyak untuk para katekumen, dan minyak Krisma untuk pembaptisan, penguatan serta tahbisan. Minyak-minyak ini akan digunakan sepanjang tahun sebagai tanda kehadiran Roh Kudus dalam kehidupan umat.
Ketika malam tiba seluruh Gereja merayakan Misa perjamuan Tuhan. Liturgi diawali dengan lagu pujian dan suasana sukacita meski dalam latar suasana sengsara. Melalui homili, umat diajak merenungkan cinta yang memberi diri, pelayanan tanpa pamrih, dan kesetiaan total kepada panggilan Allah. Setelah Konsekrasi, Hostia Kudus yang telah dikonsekrir dipindahkan dalam prosesi meriah ke tempat penyimpanan khusus, yang dihias dengan penuh keindahan. Di tempat itu umat diajak untuk berjaga dalam Adorasi, menemani Yesus yang berjaga di Taman Getsemani yang bergumul dalam doa sebelum wafatNya. Tidak ada berkat penutup dalam Misa ini, karena liturgi Kamis Putih tidak berdiri sendiri ia berlanjut dalam Jumat Agung dan Malam Paskah sebagai satu kesatuan misteri keselamatan.
Ketika misa usai dan Sakramen Maha Kudus telah dipindahkan, altar ditinggalkan kosong, kain-kainnya dilipat, lilin dimatikan, dan Gereja memasuki suasana sunyi yang penuh makna. Ini adalah simbol bahwa; Sang Mempelai yaitu Kristus telah pergi menuju sengsaraNya. Gereja laksana mempelai wanita yang berjaga dalam diam dan cinta menantikan fajar kebangkitan.Kamis Putih adalah malam kasih yang agung, malam pengorbanan, dan pelayanan malam kelahiran Ekaristi dan Imamat. Di tengah kesibukan dunia dan hirup pikuk kehidupan, malam Kamis Putih mengajak setiap orang untuk berhenti sejenak masuk ke ruang batin dan menyelami misteri cinta Allah yang tidak pernah berubah. Pada malam inilah Kristus menyerahkan segalanya yakni tubuhNya, darahNya bahkan kehormatanNya demi keselamatan dunia. Melalui malam Kamis Putih, Gereja berjalan bersama Sang Penebus menuju Salib, menuju kubur, dan akhirnya menuju Terang Kebangkitan yang tak pernah padam.
Semoga umat Katolik di mana pun dapat masuk dalam penghayatan mendalam untuk menimba kekuatan baru dari perayaan Kamis Putih nanti.
Mojokerto, 15 April 2025
Komentar
Posting Komentar