Berjudi di Rumah Duka, Etiskah ?

Oleh : Eddy Loke

Tanggal 21 Februari 2019 Ibu Rica menulis di laman Facebooknya sebagai berikut, lahan kerja paling favorit di Bajawa : judi di tempat orang mati. Yang punya kerjaan tetap bahkan pejabat tidak mau kalah, pi dudu baku sese di sana .#muak, #judi  merajalela, #pemerintahkemana.  Ada 68 orang yang  memberikan tanda jempol dan 72 orang memberikan komentar. Umumnya memberikan pernyataan prihatin. 

Saya pun ingat akan pengalaman saya berkunjung ke rumah duka tanggal 7 Februari 2019 di salah satu desa di Kabupaten Ngada.  Ketika pastor datang ke rumah duka untuk memberkati jenasah, para penjudi seakan tidak peduli dengan kehadiran pastor. Mereka tetap aktif berjudi, tanpa peduli dengan kehadiran pastor yang akan memberkati jenasah. Ketika hendak berdoa, seharusnya mereka berhenti main kartu dan ikut bergabung dalam doa. Namun sayang, mereka tetap asyik dengan kartu, sementara beberapa anggota keluarga tekun berdoa persis di samping mereka. Ketika diajak makan pun, mereka lebih memilih bermain kartu dan berkonsentrasi dengan tumpukan uang yang ada di atas meja. 

Ada hal yang kontradiktif yang sedang terjadi dalam peristiwa kematian antara lain Pertama, Kehadiran seseorang di rumah duka, lebih berorientasi pada upaya ‘memberi hiburan’ kepada keluarga yang berduka. Hiburan yang ampuh bagi keluarga yang berduka adalah mendoakan keselamatan jiwa yang meninggal. Sementara berjudi atau bermain kartu di rumah keluarga yang berduka, justru bermakna sebaliknya. Mereka mencari kesenangan ketika keluarga berduka. Wajar pernyataan dari Ibu Rica Meliana bahwa lahan kerja paling favorit di Bajawa saat ini adalah berjudi di rumah duka. Sungguh suatu tontonan yang sangat kontradiktif. Mencari hiburan di alam duka. Mencari kesenangan, dalam suasana duka. 

Kedua, judi dianggap sebagai peluang mendapatkan uang. Banyak kisah hidup yang menampilkan kegagalan hidup seseorang karena asyik di meja judi. Judi adalah proses membuang uang, mendapat uang, dan membuang uang yang lebih banyak  ketika kondisi kesehatan terganggu. Penyakit yang diderita bukan saja menjadi masalah bagi penderita tetapi bagi seluruh anggota keluarga. Isteri, anak, kakak, adik dan anggota keluarga turut dibuat repot ketika anggota keluarganya sakit karena keseringan berjudi. Tidur malam, tidak diperhatikan. Makan diabaikan. Minum, dianggap menganggu irama permainan karena kalau terlalu banyak minum pasti akan terus meninggalkan arena judi. Ini membahayakan. Duduk berjam-jam, tanpa minum tentu akan berdampak sangat negatif terhadap kesehatan seseorang.

Apakah seseorang bisa berhenti berjudi ? sulit. Sengaja saya kutip dari buku The Power of Habits karangan Charles Duhigg yang membuat seseorang yang gemar berjudi, sulit melepaskan kegemaran itu. Kalau sudah terbiasa berjudi dan enjoy berjudi, maka ia melakukannya tanpa kesadaran sama sekali. Judi, awalnya berlatih taktik untuk berjudi. Setelah itu,  menikmati berjudi.

Karena hal itu, sulit dibasmi, maka butuh otoritas yang lebih tinggi untuk menerapkan aturan berjudi, termasuk di rumah duka. Penjudi terasa sedang diborgol oleh kesenangannya sendiri. Ia tidak mampu meninggalkannya segera. Ia tidak mampu keluar dari belenggu kenikmatannya. Ketika seseorang tidak mampu mengatasinya, anggota keluarga juga tidak mampu melarangnya, maka dibutuhkan ‘institusi ‘ sosial kemasyarakatan yang kuat untuk melarangnya. 

Ketika para kepala desa, tokoh tokoh masyarakat mengambil inisiatif untuk melahirkan produk hukum yang melarang perjudian, sebenarnya menjadi alat yang ampuh untuk mencegahnya. Para pemegang kebijakan, baik di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa  diharapkan beperan melahirkan produk hukum yang melarang masyarakat berjudi. Kalau tidak sampai ada ide melarang permainan ini, ada yang usil mengatakan bahwa jangan-jangan mereka yang terlibat dalam pembuatan peraturan, entah perda atau perdes juga ikut terbelenggu dengan kesenangan tersebut ? wajar ibu Rica Meliana memberi komentar, judi merajalela, pemerintah di mana ? 

Pertanyaan ini patut ditujukan kepada institusi ini, karena mereka menjadi  tumpuan utama bagi terbebasnya masyarakat kita dari belenggu perjudian. Kalau tidak, kita akan mewariskan generasi baru yang gemar berjudi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panggilan Hidup Membiara

Panggilan Karya/Profesi

Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga yang Dicita-citakan