B. Gereja Sebagai Persekutuan Yang Terbuka (Kelas : XI/Periode :2-6 Agustus 2021)
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Doa Pembukaan :
Atas Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus...Amin
Ya Bapa yang mahabaik Siramilah kami dengan rahmat-Mu, agar melalui Gereja-Mu terbentuk persekutuan cinta kasih sejati sebagaimana yang telah diteladankan Yesus Kristus putera-Mu kepada kami. Bantulah kami agar melalui perjumpaan ini, kami semakin memahami dan menghayati persekutuan sebagai anggota Gereja dan semakin terlibat aktif dalam masyarakat. Engkau yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.
Atas Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus...Amin
PENGANTAR
Anak-anak yang dikasihi Tuhan,
Umat katolik hidup di tengah dunia bersama sesama manusia lainnya yang bermacam-ragam latarbelakang suku-bangsa, agama, serta keyakinannya. Dalam sejarah panjangnya, Gereja Katolik pernah “menutup diri” dengan ajaran bahwa di luar Gereja (Katolik) tidak ada keselamatan (extra ecllesiam nula salus). Ajaran ini membuat Gereja (Katolik) menutup pintu dialog dengan agama dan kepercayaan serta masyarakat lain pada umumnya. Sejarah Gereja berubah ketika Konsili Vatikan II (1962-1965), membuka pintu-pintu dialog, serta memperbarui diri untuk hidup bersama dengan sesama manusia ciptaan Tuhan dari berbagai latarbelakang agama dan budaya. Meski pintu dialog sudah dibuka lebar-lebar oleh para bapa Gereja kita, di tengah masyarakat kita masih menjumpai banyak Umat Katolik yang hidup secara eksklusif, tertutup.
Paus Fransiskus dalam audensinya dengan para peziarah di Vatikan (lihat pelajaran sebelumnya) menegaskan bahwa Gereja ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil semua orang dalam persekutuan dengan dia, persahabatan dengan dia; untuk berbagi dalam kehidupan ilahi-Nya sendiri sebagai putra-putra dan putri-putri-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kata “Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia”, berarti “orang – orang yang dipanggil. Demikian Paus Fransiskus menegaskan “Allah memanggil kita, Ia mendorong kita untuk keluar dari individualisme kita, dari kecenderungan kita untuk menutup diri kita sendiri, dan Dia memanggil kita untuk menjadi keluarga-Nya.
Pada pokok bahasan ini akan kita pelajari secara khusus tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka. Gereja hadir di dunia dengan persekutuan yang terbuka artinya, Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, Gereja hadir untuk dunia, kegembiraan dan harapan serta kabar sukacita sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia. Gereja sebagai persekutuan terbuka, memperlihatkan kesiapan Gereja untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun, dan memiliki partisipasi aktif untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan makmur. Melalui pelajaran ini para peserta didik diajak untuk memahami dan menghayati dirinya sebagai anggota Gereja yang hidup dalam persekutuan yang terbuka di tengah masyarakat.
Langkah Pertama: Menggali Pemahaman tentang Perubahan Cara Pandang terhadap Gereja
1. Mengamati Gambar
Amatilah gambar berikut ini !
Setelah menyimak kedua gambar tersebut, anak-anak silahkan menjawab pertanyaan berikut ini selanjutnya silahkan kirim ke email : yohanesdonboscolobo@gmail.com
- Apa makna gambar model Gereja yang pertama? (gbr. kiri)
- Apa makna gambar model Gereja kedua (gbr.kanan)
- Apa bedanya antara model Gereja institusional dan hierarkis-piramidal dan Gereja persekutuan Umat Allah?
- Apa pengaruh dari masing-masing model Gereja tersebut?
- Jelaskan hubungannya gambar model Gereja pertama dengan gambar model Gereja kedua?
- Apakah gambar ini menunjukkan adanya perubahan pemahaman tentang model Gereja sekarang ini?
- Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
- Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
- Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja. Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
- Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
- Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
- Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri)
- Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan
- Biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
- Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
- Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
- Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
- Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia.
- Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki.
- Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja saja melainkan lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia.
- Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal , melainkan lebih merupakan kaitan yang saling bekerjasama dan saling melengkapi . Intinya Gereja mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah.
- Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.
- Sama seperti Yesus, Gereja harus memasuki golongan-golongan manusia apa saja, termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang.
- Sebutkan ciri-ciri cara hidup jemaat perdana !
- Apa saja yang menarik dari cara hidup Umat Perdana yang dikisahkan di atas?
- Gambaran Gereja model apa yang terungkap dari kisah tersebut?
- Apakah cara hidup Umat Perdana itu dapat kita tiru secara harafiah untuk saat ini ? Mengapa?
- Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
- Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja.
- Pandangan Paus Fransiskus tentang Gereja Katolik
- Hal-hal yang menghambat Gereja (Umat) dalam pergaulannya di dunia
- Apa semestinya sikap kita sebagai anggota Gereja saat ini
- Yesus adalah pusat Gereja, tanpa Yesus, kita (Gereja) tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
- Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada berbagai masalah, namun lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti Gereja yang sakit
- Pada saat ini Gereja itu hendaknya tidak bersikap eksklusif (tertutup), tetapi inklusif (terbuka)
Komentar
Posting Komentar