Tantangan Revolusi Industri 4.0 di Sektor Pertanian
Kehadiran
Revolusi Industi 4.0 sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang semakin
maju, mau tidak mau memaksa semua lini sektor termasuk pertanian, untuk mampu
beradaptasi dan memanfaatkan teknologi digital berbasis internet tersebut.
Namun penerapan industri 4.0 tidaklah mudah, karena masih terdapat sejumlah
tantangan yang dihadapi sektor tersebut, seperti minimnya partisipasi kaum muda
dan rendahnya kualitas SDM pada sektor pertanian, cakupan jaringan internet
yang masih terbatas, maupun belum optimalnya dukungan permodalan.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
strategis dalam menopang perekonomian nasional. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), kontribusi pertanian pada laju partumbuhan produk domestik
bruto (PDB) tahun 2018 masih cukup besar, yakni mencapai 12,81 persen meski terdapat kecenderungan menurun dalam beberapa
tahun terakhir. Pada sektor ini juga, polemik sektor pertanian masih kerap
terjadi salah satunya yakni, produksi maupun cadangan pangan sektor pertanian
dalam negeri masih belum mencukupi. Impor yang kemudian dianggap solusi justru
menjadi masalah, terutama terkait dengan hajat hidup petani hingga neraca
perdagangan.
Di tengah kondisi tersebut, kehadiran revolusi industri 4.0 menjadi sebuah harapan sekaligus tantangan bagi pembangunan sektor pertanian ke depan. Harapan tersebut muncul ketika revolusi industri 4.0 mampu meningkatkan produktivitas pertanian secara efektif dan efisien dari segi waktu maupun biaya dengan kemajuan teknologi yang ada, di sisi lain minimnya tenaga kerja terampil yang ahli di bidang pertanian dan teknologi menjadi salah satu tantangan tersendiri. Dalam kajian ini akan dibahas lebih lanjut, apa saja yang menjadi tantangan sektor pertanian dalam menghadapi revolusi industri 4.0, dan apa yang menjadi strategi dalam menghadapi tantangan tersebut agar kehadiran industri 4.0 dapat menunjang efisiensi dan produktivitas pertanian sehingga meningkatkan daya saing serta kesejahteraan petani kedepannya.
Perkembangan Revolusi Industri 4.0 di Sektor Pertanian Indonesia
Memasuki era revolusi industri 4.0, berbagai kegiatan baik itu sosial, ekonomi, pendidikan, politik, dan lainnya selalu dikaitkan dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet. Kondisi tersebut pun tentunya tidak dapat dihindari perkembangannya sehingga memaksa semua lini sektor, baik bisnis, pendidikan, politik tak terkecuali pertanian, untuk mampu beradaptasi dan memafaatkan teknologi digital berbasis internet tersebut. Hal ini dikarenakan masa depan pertanian ke depan mungkin tidak lagi berlangsung secara konvensional namun akan tergantikan dengan teknologi berbasis internet. Selain berbasis internet (internet of things), terdapat teknologi utama lainnya yang menopang implementasi revolusi industri 4.0, diantaranya adalah super komputer (artificial inteligence), kendaraan tanpa pengemudi (human-machine interface), teknologi robotik (smart robotic), serta teknologi 3D printing. Sementara konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Melalui implementasi tersebut, diharapkan proses usaha tani menjadi lebih efektif dan efisien, baik dalam segi waktu dan biaya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk tani yang dihasilkan.
Selanjutnya, untuk memasuki dan mendukung
revolusi industri 4.0 di sektor pertanian, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang Pertanian mulai berinovasi
mengembangkan teknologi seperti, cloud
computing, mobile internet, dan artificial
intelligence yang kemudian akan digabung menjadi teknologi alat mesin
pertanian yang lebih modern, misalnya berupa traktor yang mampu beroperasi
tanpa operator, pesawat drone untuk deteksi unsur hara, dan robot grafting. Salah satu contoh
pengembangan teknologi mekanisasi pertanian yang telah berhasil dibuat oleh
Badan Litbang Pertanian adalah sebuah traktor yang diberi nama Autonomous Tractor. Traktor ini
berfungsi untuk mengolah tanah menggunakan sistem navigasi real time kinematika (RTK) yang dapat melakukan pengolahan lahan
sesuai perencanaan dengan akurasi 5-25 cm. Selain itu, Kementan juga telah
memperkenalkan berbagai macam aplikasi untuk membantu usaha tani, seperti
Sistem Monitoring Pertanaman Padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit
beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing
crop tanaman padi, aplikasi Kalender Tanam (Katam) berfungsi untuk
mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas. Kemudian
aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT. Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian dan membantu
pihak asuransi dalam mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme
pengganggu tumbuhan.
Minimnya
Partisipasi Kaum Muda dan Rendahnya Kualitas SDM pada Sektor Pertanian
Minimnya jumlah petani muda hingga rendahnya
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian merupakan
serangkaian tantangan yang terjadi di sektor pertanian. Berdasarkan data
statistik ketenagakerjaan sektor pertanian, bahwa sebagian besar SDM yang
bekerja di sektor pertanian didominasi oleh kelompok umur 60 tahun ke atas
(17,9 persen), sedangkan keterlibatan kaum muda pada pertanian masih sangat
rendah. Minimnya minat kaum muda untuk terjun di pertanian yakni kondisi
pertanian dianggap kurang menjanjikan, risiko yang tinggi, maupun level gengsi
di masyarakat
Selain itu berdasarkan tingkat pendidikan,
SDM dengan tingkat pendidikan SD sebesar 37,53 persen dan tidak tamat SD
sebesar 24,23 persen masih mendominasi SDM pada sektor tersebut, sedangkan SDM
dengan tingkat pendidikan SMK, Diploma, dan Sarjana menjadi kelompok minoritas
di sebaran tenaga kerja sektor pertanian dengan persentase masing-masing
sebesar 3,78 persen; 0,45 persen; dan 1,02 persen. Padahal partisipasi kaum
muda sangat diperlukan dalam menghadapi revolusi industri 4.0 di sektor
pertanian, karena petani tua dan/atau berpendidikan rendah yang selama ini
masih mendominasi pada sektor tersebut, dikhawatirkan belum mampu beradaptasi
dan mengadopsi teknologi yang ada.
Cakupan
Jaringan Internet yang Masih Terbatas
Pemanfaatan teknologi digital akses internet merupakan bagian dan teknologi yang mendukung industri 4.0. Namun terbatasnya jangkauan internet akan menjadi tantangan tersendiri dalam mengimplementasikan industri 4.0 pada sektor pertanian. Seperti yang diketahui, bahwa belum seluruh wilayah Indonesia terjangkau akses internet, khususnya daerah terpencil, pedalaman, maupun pedesaan. Palapa Ring yang merupakan proyek pembangunan jaringan serat optik dan diharapkan mampu membangun jaringan hingga mencakup sampai ke pelosok daerah, sejauh ini belum mampu menjangkau seluruh wilayah, dan masih ada 150 ribu titik tidak bisa dijangkau oleh jaringan optik (Latif dalam Kumparan, 2019). Sementara capaian wilayah pedesaan yang sudah tersentuh oleh jaringan 3G pun baru mencapai 73,02 persen dari total 83.218 desa/kelurahan dan untuk cakupan 4G baru mencapai 55,05 persen saja (Kominfo dalam Detik.com, 2018). Di sisi lain, menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, bahwa penggunaan internet di pedesaan (rural) sendiri hanya sebesar 48,25 persen. Petani yang merupakan pelaku utama. dalam sektor tersebut hanya sebesar 13,45 persen yang menggunakan internet dan sebagian besar berada dalam wilayah barat Indonesia (Sutas, 2018). Hal yang melatarbelakangi keengganan untuk memanfaatkan internet, salah satunya keterbatasan fisik (infrastruktur) dan biaya yang cukup tinggi untuk mendapatkan akses internet di daerah pedesaan tersebut.
Belum
Optimalnya Dukungan Permodalan
Industri 4.0 tentu membutuhkan peralatan
berteknologi canggih yang membutuhkan modal yang tidak sedikit. Ini juga
menjadi satu tantangan bagi pelaku sektor pertanian khususnya petani. Banyak
lembaga permodalan dengan berbagai skim kredit yang ditawarkan ke petani, namun
pada kenyataannya hanya dapat diakses oleh kelompok tertentu, sedangkan petani
kecil kesulitan. Sulitnya petani mengakses permodalan dikarenakan kurangnya
kepercayaan lembaga keuangan untuk menyuntikkan dana ke petani sehubungan
dengan penghasilan petani dinilai teralu kecil dan tak memiliki agunan memadai
untuk jaminan pinjaman. Berbagai kredit program yang dikembangkan untuk usaha
pertanian seperti Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan
Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan
Sapi (KUPS) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada perkembangannya masih jauh dari
harapan karena pada pelaksanaannya bank tidak akan memberikan kredit jika tidak
memiliki agunan. Pemanfaatan internet melalui financial technology (fintech)
yang kiranya diyakini dapat membantu dan mempermudah dalam mengakses permodalan
pun (dikarenakan syarat dari fintech tidak terlalu sulit seperti perbankan)
nyatanya masih belum memihak petani. Alasannya bunga dari fintech yang masih
terlalu tinggi hingga mencapai 30 persen (Huda, 2018).
Rekomendasi
Untuk menerapkan industri 4.0 di Indonesia
khususnya dalam sektor pertanian, fokus pemerintah seharusnya tidak hanya pada
pengembangan teknologi, tetapi juga harus berfokus pada tantangan yang dihadapi
pada sektor tersebut, seperti: dari sisi sumber daya manusia (SDM), apabila
melihat pertanian yang saat ini masih banyak dihuni oleh petani tua, maka
pemerintah perlu merangkul dan mendorong generasi muda untuk terlibat aktif dan
terjun ke bidang pertanian di era digital serta keberpihakan pemerintah pada
petani. Kemudian, untuk meningkatan keterampilan dan kemampuan, perlu
dikembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan pendidikan
vokasi. Dengan pengembangan pendidikan vokasi melalui pembenahan kurikulum dan
metode pembelajaran diharapkan dapat menjembatani dunia pendidikan dengan dunia
kerja dan kebutuhan pasar di samping memiliki peran dalam meningkatkan minat
penduduk usia muda untuk terjun ke pertanian desa. Terkait keterbatasan akses
internet di pedesaan, perlu peran pemerintah dalam upaya percepatan dan
pemerataan jaringan internet hingga pelosok pedesaan. Terakhir mendorong peran
lembaga keuangan (Bank dan Non Bank) untuk masuk sektor pertanian dengan skema
yang tidak memberatkan petani. Dari kesemuanya itu, koordinasi dan peran serta
semua pihak terkait sangat dibutuhkan agar apa yang menjadi harapan dengan
hadirnya revolusi industi 4.0 dapat terwujud. (Sumber : Buletin APBN
Vol.IV,Edisi 8, Mei 2019 : Pusat Kajian Anggaran/Badan Keahlian DPR).
IONQQ**COM
BalasHapusagen terbesar dan terpercaya di indonesia
segera daftar dan bergabung bersama kami.
Whatshapp : +85515373217 :-* (f)